Kongkalikong dengan Kreditur Fiktif untuk Pailitkan Perusahaan
Surabaya, memorandum.co.id - Direktur Utama PT Hotel Bahtera Jaya, Jhony Wong, asal Jalan Sudirman, Balikpapan, Kalimantan Timur, terkejut setengah mati setelah mendengar putusan dari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, bahwa perusahaanya dinyatakan pailit. Lebih kecewa lagi, Wong mengetahui perusahaannya pailit dari pihak lain dengan status pailit perusahaannya atas putusan pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya, No. 17/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga Sby., tertanggal 3 Agustus 2020, justru dari pihak lain. Wong menduga ada keterlibatan pihak ketiga di balik kasus ini. Tidak terima, Wong melalui kuasa hukumnya Yun Suryotomo kemudian melaporkan dugaan pemalsuan ke Mapolda Polda Jatim. Namun oleh pihak polda dilimpahkan ke Unit Tipiter Polrestabes Surabaya. "Saat ini Polda Jatim telah melimpahkan kasus ini ke Polrestabes Surabaya dan ditangani Unit Tindak pidana tertentu (Tipiter)," kata Yun Suryotomo, Senin (2/11). Yun mengungkapkan, dalam putusan pengadilan diketahui pengajuan sidang penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) diajukann oleh Yongki (Pemohon PKPU I), Ari Ginanjar Wibowo (Pemohon PKPU II) dan Suhendra Winata. Ketiganya ini mengaku kreditur dari PT Hotel Bahtera Jaya Abadi. "Selama ini kliennya saya belum pernah bertemu dan mengenal ketiga orang yang mengaku sebagai kreditur tersebut, dan diduga kuat adanya pemalsuan saat diajukan ke Pengadilan Niaga. Sejak dari awal hingga saat ini, klien kami tidak pernah bertemu bahkan mengenal dengan tiga orang yang mengaku sebagai kreditur dari perusahaan," terang Yun Suryotomo. Berawal dari tidak mengenal tiga kreditur tersebut, Yun menduga pengajuan pailit ke pengadilan ada keterlibatan dari Nancy Wong, adik Jhony Wong yang menjabat Direktur PT Hotel Bahtera Jaya Abadi. Nancy kongkalikong dengan ketuga kreditur tersebut untuk mengajukan utang Rp 7 miliar dengan mengatasnamakan perusahaan tanpa sepengetahuan Jhony Wong. "PT Hotel Bahtera Jaya Abadi merupakan perusahaan keluarga," ungkap Yun. Karena perusahaan keluarga, sehingga Nancy Wong dengan leluasa mengajukan utang dan pailit tanpa sepengetahuan direktur utama dan komisaris. Kemudian utang miliaran ini kemudian diajukan ke persidangan untuk dijadikan bukti dasar dan tidak tercantum dalam pembukuan perusahaan. "Ini ada dugaan persekongkolan jahat dengan mengubah alamat perusahaan yang dipailitkan antara Nancy dan ketiga kreditur, sehingga segala bentuk surat Relaas dari pengadilan tidak diketahui pihak perusahaan. Selama ini kami tidak pernah mendapat surat relaas dari Pengadilan," beber Yun. Menariknya, Yun juga melakukan penelusuran terhadap identitas ketiga kreditur ke dispenduk tidak tercantum sesuai identitas ketiga kreditur yang diajukan dalam sidang. Namun, tidak tercantum nama dan NIKnya. Yun menduga mereka telah memalsukan identitasnya dalam pengadilan. Pada Sidang rapat proposal perdamaian yang digelar di Pengadilan Niaga, PN Surabaya, Senin (2/11/2020), ketiga kreditur dan Nancy Wong, selaku pemohon tidak hadir, sehingga kuasa jual dibelikan ke Bank Kaltara. Sementara Nancy sekarang tidak diketahui keberadaannya dan informasinya tinggal di Singapura. "Aset perusahaan selama ini dijaminkan ke Bank Kaltara (BUMD), dan pengadilan menyatakan kuasa jual diberikan Bank, bukan kepada kurator," ungkap Yun. (rio/fer)
Sumber: