Kantor Gubernur Jatim Dikepung Ribuan Buruh
Surabaya, memorandum.co.id - Aliansi Serikat Pekerja/Serikat Buruh se-Jatim yang terdiri dari beberapa konfedreasi dan federasi serikat kembali melakukan aksi demonstrasi untuk menolak UU (Omnibus Law) tentang Cipta Kerja serta memperjuangkan kenaikan upah minimum 2021. Terlihat sekitar pukul 14.10, pengunjuk rasa dari Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja/Serikat buruh berkumpul di depan Gedung Gubernur Jatim Jalan Pahlawan 110 Surabaya. Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja/Serikat tersebut terdiri dari KSPSI, KSPI, KSBSI, FSP LEM SPSI, FSP KEP SPSI, FSP RTMM SPSI, FSP KAHUT SPSI, FSP KEP KSPI, FSPMI KSPI, FSP PPMI KSPI, FSP FARKES Rev. KSPI, FSP KAHUTINDO, FSP PRODUKTIVA, SPN, SARBUMUSI, dan FSP FARKES SPSI. Massa yang berasal dari luar Kota Surabaya sebelumnya berkumpul di sekitaran Bundaran Waru, Kebun Binatang Surabaya (KBS), dan Kawasan Industri Margomulyo. Kemudian bersama-sama menuju kantor Gubernur Jatim. "Aksi ini merupakan kelanjutan dari aksi demonstrasi pada 8 Oktober dan tindak lanjut pertemuan dengan Menpolhukam RI pada 14 Oktober 2020 di Jakarta," ungkap Jazuli, juru bicara Aliansi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Jatim, Selasa (27/10/2020). Menurut Korlap Aksi dari SP LEM SPSI Sidoarjo, Edi Supriyantono mengatakan, bahwa massa hari ini sekitar tiga ribu orang terdiri dari beberapa elemen. Mengenai tuntutan hari ini kami mendesak pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) untuk membatalkan UU (Omnibus Law). "Serta kami menuntut kepada Menteri Tenaga Kerja mencabut surat ederan yang baru tentang kenaikan upah minimum kabupaten kota, dimana isinya adalah tidak memperbolehkan ada kenaikan UMK pada tahun 2021 jadi tetap seperti tahun 2020," ujar Edi. Mengenai UMK tahun depan tidak naik, Edi Supriyantono mengatakan, bahwa menurut kami itu salah. "Karena di dalam UU pun menyatakan bahwa ketika pergantian tahun selalu pasti ada usulan terhadap UMK, yang didasari oleh sesuai kesepakatan suratan ederan pemerintah ke menteri tentang kebutuhan layak. Malah ada terbitnya surat edaran tidak memperbolehkan kepala daerah maupun pemerintah provinsi untuk memberikan keputusan menaikkan upah tahun 2021," terang Edi. Tambah Edi, apabila tuntutan tidak terpenuhi serta sampai saat ini pemerintah pun belum ada respons positif maka pihaknya akan terus melakukan aksi. "Pemerintah harus lebih responsif tentang permasalahan yang ada di masyarakat," pungkas Edi. (mg-2/fer)
Sumber: