Tak Dihargai Istri, Menikah vs Perempuan Bahu Laweyan (2)
Diruwat Orang Pintar dari Pantai Laut Selatan, Tetap Ambyar
Selesai Endang belanja, Danang benar-benar mampir ke rumah perempuan itu. Rapi dan asri. Wangi melati menyeruak di ruang tamu. Danang menyapu ruangan dengan matanya dan mendapati melati hidup tumbuh di sebuah pot. Sejak itu mereka sering saling kontak. Sekali-kali Danang juga mampir ke rumah Endang. Banyak yang mereka obrolkan. Endang menceritakan masa lalunya yang banyak suami. “Semua suamiku meninggal. Lima orang,” kata Endang, yang menambahkan bahwa masyarakat sering salah menilai dirinya yang banyak suami itu. Ada yang tidak tahu cerita sesungguhnya, tapi berani komentar dia seorang pelakor yang suka merebut laki orang. Padahal, dari kelima suaminya itu, tidak ada satu pun yang berstatus suami orang ketika menikah dengannya. Ada juga yang menilai Endang wanita porotan. “Semua suami saya kebetulan kaya-kaya. Asal tahu saja, mereka yang minta aku jadi istrinya. Bukan aku yang ngethek njaluk dirabi,” kata Endang, lantas tertawa, seperti ditirukan Danang. Beberapa orang, terutama yang masih kental ngudemi budaya Jawa kuno, bahkan menilai Endang sebagai perempuan bahu laweyan. “Apa itu?” tanya Danang. Kata Endang, perempuan bahu laweyan adalah perempuan yang setiap menikah selalu ditinggal mati suaminya. “Saya mendengar istilah itu setelah suami saya yang ketiga meninggal,” kata Endang. Karena itu, agar kejadian serupa tidak terulang lagi pada suaminya yang keempat, Endang minta tolong orang pintar. Lelaki sepuh yang tinggal di pantai Laut Selatan kawasan Gunung Kidul menyarankan Endang dan suaminya harus diruwat. Endang harus nanggap dalang ruwat. Ruwatan itu untuk mengatur irama hidup dan kekuatan energi di tubuh Endang yang tidak selaras dengan energi alam semesta. Orang-orang mengistilahkan energi seperti ini sebagai energi negatif. Calon suami Endang juga perlu diruwat untuk menyelaraskan energinya agar terpancar harmonis dengan energi yang dipancarkan Endang. Pasca menjalani ruwatan yang lumayan ruwet, mereka mengatur napas demi napas, langkah demi langkah. Semua dilakukan dengan ekstra hati-hati. Diperhitungkan agar tidak membuka celah celaka. Kalau mau makan, misalnya, diperhatikan betul bahwa makanan itu tidak sedikit pun mengandung zat-zat merugikan seperti kolesterol, kadar gula tinggi, penyebab asam urat dll dsb dst. Cara makan dan minum pun dilakukan dengan super hati-hati agar tidak tersedak, klelegen, atau sejenisnya. Begitu pun jalannya. Diatur sedekian rupa agar jangan sampai terpeleset jatuh, ditabrak kendaraan, atau sebangsanya. “Ternyata semua sia-sia. Ambyar. Suami saya akhirnya mati juga hanya gara-gara kaget mendengar anaknya dengan istri sebelumnya terlibat narkoba. Dia shock dan mendadak nggeblak. Mati,” tutur Endang, yang menambahkan bahwa itu terjadi tepat enam bulan pascaruwat. (bersambung) Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasihSumber: