Pembantu Itu Bukan Asli Pembantu. Namanya Jem. Sarijem (4 – habis)

Pembantu Itu Bukan Asli Pembantu. Namanya Jem. Sarijem (4 – habis)

Ke Rumah untuk Minta Tolong Memorandum Ikut Melamar ke Pacitan

Ternyata Didik ditelepon Jem. Mengabarkan Ike baru saja jatuh di kamar mandi. Pendarahan. Didik bergegas pulang. Memorandum ikut. Baru menyalakan mesin mobil, ada kabar susulan Ike sudah dibawa ke rumah sakit oleh tetangga. Sambil menuju rumah sakit, Didik menelepon temannya yang dokter di Singapura. Hendak konsultasi. HP-nya mati. Tidak bisa dihubungi. Berkali-kali dicoba, tidak aktif. Didik tidak putus asa. Dia menelepon rumah sakit tempat temannya berpraktik. Sambung. Tapi, kabar tidak kalah mengejutkan dia dengar. Ternyata temannya sudah meninggal tiga hari sebelumnya. Karena corona. Covid-19. Sampai di rumah sakit, Ike sedang ditangani dokter. Beberapa tetangga menunggu di ruang lobi. “Mas, kenalkan. Ini Jem. Sarijem. Dan Jem, kenalkan. Ini Mas Yuli, kakak sepupu Mas Didik,” kata Didik memperkenalkan Jem. Memorandum memperhatikan. Wajahnya memang mirip Ike. Hanya lebih manis. Dagunya nyathis dan bibirnya tipis. Kami berbincang basa-basi. Dan waduh, gaya bahasanya sangat halus. Bahasa Jawa kromo inggil. Kayak ketoprakan. Sekitar setengah jam kemudian dokter yang merawat Ike muncul. Didik mendekati bagai berlari. Entah apa yang mereka perbincangkan. Yang jelas wajah Didik lantas pasi. “Bayi kami tak terselamatkan,” kata Didik sekembali dokter sambil menempatkan pantatnya di kursi. Tetangga yang ikut mengantarkan Ike turut bersedih. Sebagian meneteskan air mata. Ike harus dirawat inap. Kami tidak sempat bertemu. Kami pulang. Ike hanya ditemani Didik dan Jem. Setelah itu Memorandum jarang bertemu Didik dan Ike. Cuma sekali bersama istri sambang Ike di rumah mereka. Alhamdulillh Ike sehat. Selebihnya hanya telepon-teleponan dan WA-WA-an. Waktu berlalu. Pandemi corona yang memaksa kami banyak-banyak di rumah seolah memisahkan kami jauh sekali. Sangat jauh. Karena itu ketika pasca salat Idul Adha pasangan Didik-Ike muncul di rumah, Memodandum kaget sekaligus gembira. “Jem tidak ikut? Atau sudah tak di rumah kalian?” tanya Memorandum, yang jujur kangen kepada gadis ini. Wajahnya yang innocent, bibir yang tipis, dagu yang nyathis, dan tutur kata yang lembah manah spontan melintas. “Sarijem pulang ke Pacitan Mas. Persiapan lamaran,” jawaban ini dilontarkan Ike. Bukan Didik. Lelaki yang suka merawat tanaman ini hanya tersenyum. “Lantas, siapa lelaki yang beruntung bakal melamar Sarijem?” “Tanya langsung saja kepada oknumnya,” kata Ike sambil melirik penuh arti ke Didik. “Kamu Dik?” tanya Memorandum. Didik diam. Ike tersenyum. “Beneran?” kejar Memorandum. Kepo. “Serius kamu Ik?” kejar Memorandum lebih dalam. Senyum Ike semakin lebar. Didik menunduk. Istri Memorandum yang belum nyantol pada pembicaraan kami hanya tolah-toleh bingung. “Kami ke sini untuk minta tolong Mas Yuli dan Mbak Nuri (istri Memorandum) ikut lamaran Sabtu depan,” kata Ike. Didik masih diam. (habis)     Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih

Sumber: