Kesehatan Guru, Siswa, dan Keluarga yang Utama
Surabaya, memorandum.co.id - Untuk menyelenggarakan proses belajar mengajar dengan tatap muka dalam kondisi pandemi Covid-19, membutuhkan kehati-hatian dan proses yang cukup panjang. Sebab, kesehatan guru, siswa, dan keluarga adalah yang utama. Sehingga dalam penerapan belajar tatap muka, SOP protokol kesehatan dilakukan secara ketat. Memang sekarang ini Pemkot Surabaya berencana menggelar proses belajar mengajar secara tatap muka. Namun diperuntukkan bagi siswa SMP dan itu pun hanya 21 SMP negeri maupun swasta yang dianggap memenuhi persyaratan. Sedangkan ratusan lembaga pendidikan lainnya belum bisa dilakukan. Sedangkan untuk siswa SD belum ada rencana. Kepala Dinas Pendidikan Supomo mengatakan, di masyarakat sendiri, khususnya wali murid memang ada yang meminta tatap muka, namun banyak juga yang menghendaki daring. Tentu hal ini harus disikapi secara bijaksana. Maka sekarang ini pihaknya terus menggodok rencana proses belajar mengajar tatap muka. Setelah dilakukan simulasi beberapa waktu lalu di dua SMPN, maka kini pihaknya melakukan finalisasi penyusunan SOP (standar operasional prosedur) dengan mengajak instansi terkait, di antaranya Fakultas Kesehatan Masyarakat Univeritas Airlangga (Unair). “Setelah menerima masukan dari para ahli dan organisasi, kami juga harus mempertimbangkan SKB empat menteri. Di situ diatur zona mana saja selama pandemi yang bisa menggelar proses belajar mengajar secara tatap muka,” ungkap Supomo. SKB empat menteri tersebut adalah Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri RI sebagai panduan pelaksanaan pendidikan di daerah. Di situ diatur pelaksanaan pembelajaran di zona merah dan oranye tidak boleh ada pembelajaran tatap muka. Zona kuning dan hijau dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan penerapan protokol kesehatan yang sangat ketat. “Karena masih zona oranye, kemungkian belum bisa dilakukan sekarang. Kami tidak ingin sekarang sekolah buka, kemudian seminggu lagi ditutup,” ungkap mantan kadis sosial ini. Diakui, untuk menuju proses belajar tatap muka ini memang cukup panjang dan berliku. Selain menggelar simulasi, pihaknya juga masih menggelar tes swab 40 ribu guru swasta dan negeri. Setelah itu seluruh siswa SMP. Setelah itu harus meminta persetujuan dari wali murid. Kalau wali murid tidak mengizinkan, maka murid tetap belajar daring. Kalau mengizin, akan diperbolehkan ikut belajar tatap muka. Dan ini penting untuk menentukan berapa murid yang siap belajar tatap muka. Yang tak kalah penting lagi, ada jaminan dari wali murid untuk aktif mengantar dan menjemput anaknya sekolah. “Kami ingin anak-anak tidak mampir kemana-mana. Itu risikonya tinggi jika mampir,” tegas dia. Sementara dalam penerapan belajar tatap muka, SOP protokol kesehatan benar-benar dilakukan secara ketat. Sebelum masuk gerbang sekolah, peserta didik wajib dicek suhu tubuhnya menggunakan thermo gun. Kemudian, mereka diarahkan petugas untuk cuci tangan dengan sabun, dan masuk antrean ke bilik disinfektan. SOP protokol kesehatan tak hanya diterapkan saat peserta didik mengikuti belajar di kelas. SOP juga telah dirancang ketika peserta didik ingin ke toilet atau melakukan aktivitas lain. Bahkan ketika mereka peserta didik pulang sekolah juga ada SOP. Ketika belajar di sekolah itu berjalan, kapasitas jumlah peserta didik setiap kelas beserta jam pelajaran juga dikurangi. Pihak sekolah mengutamakan mata pelajaran yang dinilai esensial. Artinya, tidak harus seluruh mata pelajaran. Jam pelajaran tidak harus 45 menit, namun bisa 25 menit. Kemudian yang masuk (peserta didik) tidak perlu 100 persen,bisa 25 persen, atau 50 persen tergantung kesiapan sarana prasarana sekolah. Sekolah juga wajib memberlakukan protokol ketat bagi warga yang masuk ke lingkungan sekolah. Tak hanya bagi peserta didik, guru maupun karyawan yang memiliki penyakit penyerta dilarang masuk ke sekolah. Hal ini semata-mata untuk mengantisipasi terjadinya kasus Covid-19 di lingkungan sekolah. (udi/tyo)
Sumber: