Cinta Suci yang Menembus Tabir Dunia Jin dan Dunia Manusia (34)

Cinta Suci yang Menembus Tabir Dunia Jin dan Dunia Manusia (34)

Tongkat Ghadi Menembus Jantung Pangeran Sabrang Kali

Ghadi tahu serangannya dapat dimentahkan. Disusulkannya serangan lanjutan. Bertumpu tapak kaki kudanya, dengkul kaki lain ditarik ke dada untuk kemudian disodokkan keras-keras. Pangeran Sabrang Kali yang belum pulih stabilitas detak jantungnya belum sempat menata posisi tubuh. Tendangan Ghadi tepat mengenai rahang kiri. Pangeran roboh setelah kepalanya membentur pohon. Darah mengucur dari telinga, ujung mata, dan bibir. Ghadi tahu musuh hampir sekarat. Sebenarnya bisa saja Ghadi menghabisi Pangeran dengan menancapkan ujung tombak ke dadanya. Tapi, itu tidak dilakukan. “Di mana Paila?” tanya Ghadi sambil menempelkan ujung tombak. Pangeran tersenyum, “Tekan saja tombak iki. Aku pasti mati dan kamu pasti tidak akan menemukan Laila. Selama-lamanya.” “Apa maksudmu?” “Agar kita sama-sama tidak bisa memiliki dia, perempuan yang kau rebut dariku.” “Aku tidak merebutnya.” “Faktanya dia lebih memilih kamu. Padahal kami sudah dijodohkan.” “Di mana Laila?” “Di sini. Di dalam sini,” kata Pangeran Sabrang Kali sembari mengangkat tubuh. Otomatis ujung tongkat Ghadi menembus jantung. Mati. Ghadi tercenung. Mendengar kata-kata Pangeran barusan, dia tidak yakin pria ini buruk seperti diungkapkan Pakde Limin dan Paklik Karim. Juga pengakuan Laila. “Sikap dia lebih menunjukkan sikap seorang ksatria,” kata hati Ghadi. Ghadi juga berpikir: benarkah Pangeran suka menindas rakyat seperti yang sering ia dengar? Apakah bukan ayahnya yang bersikap seperti itu? Juga ayah Laila yang haus terhadap kekuasaan? Ghadi galau. Dia tidak ingin salah langkah. Makanya, sepeninggal Pangeran, yang lebih cocok disebut bunuh diri dengan menancapkan tombak musuh ke jantung, Ghadi ingin menenangkan diri. Pendekar Tapak Kaki Kuda memutuskan kembali ke markas. Kini dia lebih suka menyendiri sambil menunggu Paman Karim. Dia ingin bertanya sejelas-jelasnya siapa sebenarnya Laila, Pangeran Sabrang Kali, Sultan Zalim, dan Sultan Tara. Sejak Ghadi kembali ke markas, sampai tiga hari kemudian ternyata Paman Karim belum tampak. Ditunggu sampai sepekan, ternyata Paman Karim belum juga menampakkan batang hidung. Akhirnya Ghadi memutuskan kembali turun mencari keberadaan Laila. Dia tidak bisa lebih lama menunggu Paman Karim. Kasihan Laila kalau harus terlalu lama lagi menghabiskan sisa hidup dalam penderitaan. Ghadi lantas menerjukan diri langsung ke pusat pertempuran. Dia yakin Paman Karim berada di sana. Ghadi menuju salah satu daerah di Jazirah Arab. Yaman. Kota ini jadi jujugan pertama. Ada 21-22 kerajaan yang terlibat pertempuran di sini. Termasuk kerajaan yang dipimpin Sultan Tara dan Sultan Zalim. Tapi sampai tiga hari berada di medan pertempuran, Ghadi belum juga mendengar kabar keberadaan Laila atau melihat sepak terjang Paman Karim. Ghadi hanya bertemu beberapa wali yang pernah ditemui bersama Pakde Limin. (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih

Sumber: