Cinta Suci yang Menembus Tabir Dunia Jin dan Dunia Manusia (7)

Cinta Suci yang Menembus Tabir Dunia Jin dan Dunia Manusia (7)

Dibantu Mak Warung, Diyakini Menjelma sebagai Pendekar Ghadi

Andik dan Laila akhirnya mandi bersama. Tapi tidak berdekatan. Berjarak sekitar 20-30 meter, terhalang batu gunung besar yang bertengger di tengah kali. Mereka mentas sebelum sinar matahari menyembur di ufuk timur. Setelah keduanys siap, Laila bersuit. Beberapa saat kemudian muncullah Bledek dengan gagah. Meringkik keras dan bersiap di depan tuan putrinya. Pasangan ini lantas menembus belukar menuju perkampungan. Masuk sebuah warung. Bledek dilepas agar mencari makan dan bersembunyi. Masih sepi. Tamunya hanya mereka berdua. Andik dan Laila pun pesan makanan dan menghabiskan dengan agak terburu-buru. “Kita belum aman. Kita masih harus lari lebih jauh,” kata Laila. Tak lama kemudian Laila memegang kepala Andik dan memintanya menunduk. Ia sendiri menyembunyikan kepalanya di bawah meja. “Aku mendengar suara mesin. Dari atas. Mungkin Ayah juga mengerahkan pasukan drone-nya. Kita harus cepat-cepat kabur.” “Jangan keluar lewat pintu depan Ndoro. Lewat sini saja,” tiba-tiba perempuan paruh baya sudah berdiri di depan Andik dan Laila serta menggiring keduanya keluar warung. Dari pintu belakang. “Saya tahu Ndoro adalah Kanjeng Putri Laila. Makanya saya tolong. Saya juga tidak setuju Ndoro dijodohkan dengan Pangeran Sabrang Kali. Orangnya kejam,” kata perempuan pemilik warung tadi. “Mending dengan Mas Pangeran yang ini. Orangnya ganteng dan kelihatan hatinya baik,” imbuhnya sambil melirik Andik. “Saya bukan pangeran, Mak,” sela Andik. “Memang bukan. Tapi bakal jadi sosok yang lebih hebat dari pangeran. Gitu kan Mak? Dia Pendekar Ghadi yang pernah saya mimpikan,” potong Laila sambil memberi isyarat agar Andik mengiyakan saja apa yang dikatakan Laila. Andik pun tersenyum. Tanpa boleh membayar, Andik dan Laila segera pergi. Mereka dilarang membawa Bledek. Kuda itu akan dirawat emak pemilik warung dan mereka dipinjami kuda yang tidak kalah perkasanya. Kuda hitam yang diberi nama Petir. Dalam perjalaan, Andik bertanya tentang perkataan Laila yang mengaku pernah bertemu Pendekar Ghadi dalam mimpi, yang diyakini sebagai Andik. “Siapa Ghadi itu?” tanya Andik. “Kamu.” “Jangan main-main.” “Tidak. Kalau tidak percaya, coba buka bajumu. Lihat bagian atas perut. Di garis antara perut dan dada. Di situ ada tulisan Ghadi.” Andik hendak tertawa, tapi ditahan. Sebab, dia merasa tidak ada tulisan apa pun di perut ataupun dadanya. Dengan ragu Andik lantas membuka baju. “Coba baca tulisan itu,” kata Laila sambil menunjuk perut Andi. Andik menunduk. Tidak ada tulisan apa pun di sana seperti yang dia yakini. Di perut bagian atas hanya ada bekas luka yang ia dapatkan ketika belajar silat kepada Pakde Limin. Waktu itu Andik tersungkur dan tubuhnya masuk jurang dangkal di Penanggungan. Terluka parah dan terpaksa dijahit. “Perhatikan jahitan itu. Dengan seksama,” kata Laila. Subhanallah… (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih

Sumber: