Raja Wei
Oleh: Dahlan Iskan Tiba di Kota Chengdu pun saya naik Cao Cao. Rabu kemarin. Ingin tahu bedanya dengan yang di Tianjin. Ternyata sama. Tentu saja. Sama-sama taksi aplikasi. Sama-sama mobilnya: mobil listrik. Dari pabrik yang sama: Geely. Merek mobilnya pun sama: Emgrand EV. Bedanya sopir yang di Chengdu pakai jas dan dasi. “Ini peraturan dari perusahaan,” ujar Pak Li, sopir yang membawa saya. Bedanya lagi di waktu musim salju. Di Tianjin banyak salju. Di Chengdu jarang ada salju. Bagi mobil listrik ternyata ‘salju’ itu menjadi pembeda. “Di musim salju bisa lebih hemat 20 persen,” ujar Pak Li. Sopir Cao Cao di Tianjin. Sudah dua kali Pak Li mengalami musim salju. Dua bulan lalu dan tahun sebelumnya. “Di musim salju kami tidak perlu menghidupkan AC,” ujar Pak Li. “Memang kami harus menghidupkan pemanas. Tapi tidak banyak makan baterai,” tambahnya. Penghematan seperti itu tidak pernah dinikmati Pak Chen. Sopir Cao Cao di Chengdu. Hanya saja Pak Chen juga punya kelebihan: bisa charging di tempat umum tanpa tersiksa dingin. Hanya itulah satu-satunya kelemahan mobil listrik di daerah salju. Itu pun bagi yang tidak bisa charging di rumah. Kenapa tidak charging di rumah saja? “Rumah saya kecil. Tidak punya tempat parkir,” ujar Pak Wang. Padahal kalau bisa charging di rumah penghematannya lebih-lebih lagi. Tidak sampai separo charging di tempat umum. Yang tarif listriknya komersial. Yang bila pagi hari listriknya lebih mahal lagi. Pun sudah mahal begitu, tarifnya baru seperempat biaya bensin. Tapi kalau bisa di-charging di rumah luar biasa lagi hematnya. Tidak sampai 10 persennya bensin. Memang kalau charging di tempat umum bisa cepat. Satu jam sudah kembali penuh. Kapasitas listriknya besar. Sedang di rumah harus menyesuaikan dengan meteran yang sudah ada. Hanya sedikit sopir Cao Cao yang mampu charging di rumah. Hanya 20 persen dari jumlah seluruh sopir Cao Cao. “Memang kalau charging-nya di rumah perlu 8 jam. Tapi gak ada masalah. Kan kami tinggal tidur,” ujar Pak Li. “Pagi hari sudah penuh. Cukup untuk sampai naksinya selesai,” tambahnya. Pak Li berangkat Cao Cao jam 6 pagi. Pulangnya jam 6 sore. Untuk 12 jam seperti itu biasanya masih tersisa 50 km lagi. Menurut pengalaman mereka setiap satu jam menghabiskan baterai setara jarak 20 km. Memang saya tidak menyangka Geely bisa secepat ini. Dalam menemukan teknologi jarak tempuh. Tiga tahun lalu baterai Geely baru bisa untuk 150 km. Dua tahun lalu meningkat menjadi 200 km. Kini sudah 300 km. Sudah hampir sama dengan Tesla. Yang pernah saya beli itu. Maka bisa diproyeksikan bagaimana dua tahun lagi. Jangan-jangan sudah bisa 500 km. Kalau itu tercapai saat itulah mobil listrik benar-benar jadi kebutuhan hidup. Di negeri sana. Bukan di negeri lainnya. Taktik marketing Geely mulai ada hasilnya. Lewat pendirian Cao Cao itu. Kini pemilik mobil yang gabung ke Didi pun sudah berubah. Sudah ada yang berganti ke Emgrand EV. Toh Didi (baca: titi) tidak mempersoalkan. Apakah mobil Anda bensin atau listrik. Yang penting Anda menggunakan aplikasi Didi. Harga Emgrand EV sekitar Rp 300 juta. Tidak banyak beda dengan mobil bensin di kelasnya. Pendapatan dari ikut aplikasi Didi sama besarnya. Tapi biaya bahan bakarnya lima kali lebih murah. Penciptaan Cao Cao ini bolehlah. Bahkan menemukan nama Cao Cao itu pun luar biasa. Semua orang Tiongkok tahu Cao Cao. Ia adalah beliau: raja hebat dari kerajaan Wei. Berkuasa antara tahun 216 sampai 220. Sebelum itu pun Cao Cao sudah dikenal sebagai jenderal perang yang tangguh. Jagoan. Khususnya di pertempuran tiga negara, San Guo. Yang oleh orang Hokkian disebut Samkok. Cao Cao meninggal 15 Maret tahun 220. Makamnya ditemukan oleh penggali tanah. Untuk dibuat batu bata. Di tahun 2009. Di pedesaan di Louyang, provinsi Henan. Ada beberapa rangka di galian itu. Salah satunya adalah wanita. Kemungkinan besar itu adalah istri Cao Cao. Tapi istri yang mana? Bukankah sejarah menyebutkan istri Raja Cao Cao 12? Itu pun baru setidaknya. Pun sampai sekarang. Masih banyak sandiwara dengan lakon Cao Cao. Saking terkenalnya raja ini. Jangankan Cao Cao-nya sendiri. Panglima perangnya saja sudah terkenal. Namanya: Jenderal Kwang Kong. Yang patungnya begitu dipuja. Pun di kelenteng-kelenteng di Indonesia. Tapi yang paling membuat Raja Cao Cao melegenda adalah ini: jangan sebut namanya. Begitu orang menyebut nama Cao Cao tiba-tiba saja ia sudah ada di dekat orang itu. Kisah pemunculan tiba-tiba itu begitu melekat pada kehebatan Cao Cao. Maka saat kami masih di lobi hotel saya minta dengan sangat pada teman saya: jangan dulu buka aplikasi Cao Cao. Takut saya: tiba-tiba ada mobil listrik di lobi itu.(*)
Sumber: