Pakar Hukum: Penjambret Bisa Dijerat Pasal Pembunuhan

Pakar Hukum: Penjambret Bisa Dijerat Pasal Pembunuhan

Motif Kejahatan merupakan dorongan sikap dan batin pelaku untuk melakukan kejahatan. Tindak pidana bisa bermotif dari mana saja, salah satunya karena kemiskinan atau kesempatan. Penegakan hukum yang tidak tegas juga dapat menjadi sebab terjadinya kejahatan . Lemahnya penegakan hukum oleh kepolisian dan rendahnya putusan hakim dapat mengakibatkan kekecewaan masyarakat. Sehingga mereka tidak lagi percaya dengan proses hukum dengan hasil yang tidak memberikan efek jera. Pun tidak menimbulkan rasa takut bagi yang lain. Pelaku kejahatan narkoba ditembak mati kadang terdengar biasa, namun jarang terdengar penjambret atau pembegal juga ditembak mati. Padahal aksi penjahat jalanan tersebut berdampak korbannya terluka parah hingga nyawa melayang. Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (Unair ) Riza Alifianto Kurniawan menjelaskan, bahwa tindakan tegas adalah kewenangan polisi dalam implementasinya. "Tindakan tegas seperti tembak mati atau upaya paksa lain menjadi kewenangan polisi, biasanya berdasarkan pada penilaian subyektif.  Selama tidak melanggar hukum dan sesuai prosedur tindakan tegas pasti menjadi pilihan untuk diterapkan," jelas Riza. Mengenai kasus jambret yang menyebabkan korbannya tewas dapat dijerat dengan pasal 365 ayat (3) KUHP (pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan orang lain meninggal) dengan ancaman pidana penjara paling lama lima belas tahun. Tetapi apabila kematian korban pada kejadian penjambretan disengaja sebelumnya oleh pelaku, maka perbuatan tersebut bisa dijerat dengan pasal pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam pasal 339 KUHP. Waktu luang di masa pandemi ini juga menjadi kesempatan dan lahan bagi anak di bawah umur untuk melakukan tindak kejahatan. Tak ayal banyak pelaku kejahatan masih berstatus pelajar atau remaja yang tertangkap. Hal tersebut menjadi polemik tersendiri bagi para orangtua dalam menjaga anak-anaknya. Banyaknya waktu luang bagi pelajar digunakan melakukan kejahatan meski alasannya hanya iseng untuk mengisi waktu. Riza mengungkapkan, bahwa ada dua penerapan hukum bagi pelaku tindak pidana di bawah umur. "Pelaku tindak pidana di bawah umur dapat tidak disidang berdasarkan UU Sistem Peradilan Anak dan menjadi upaya paling akhir. Akan tetapi apabila kejahatannya tergolong tindak pidana berat maka proses peradilan dapat diterapkan," jelasnya. Riza yang juga merupakan ahli hukum mengimbau kepada masyarakat agar memperkecil peluang terjadinya kejahatan, dan selalu waspada terhadap keamanan lingkungan sekitar tempat tinggal, kantor, dan sekolah. “Untuk penyidik atau polisi sebaiknya juga meningkatkan kinerja dalam melindungi masyarakat dari bahaya potensi tindak pidana," tutup Riza. (mg1/nov)

Sumber: