Kejahatan Jalanan Meningkat, Pantaskah Penjambret Ditembak Mati?

Kejahatan Jalanan Meningkat, Pantaskah Penjambret Ditembak Mati?

Maraknya aksi penjambretan di Surabaya akhir-akhir ini sangat meresahkan warga. Hampir setiap hari di semua wilayah terjadi kejahatan jalanan. Seluruh pengguna jalan was-was, terutama bagi wanita dan ibu-ibu yang setiap hari beraktivitas mulai sore hingga malam hari . Bahkan, pelaku acap kali bertindak brutal dalam memperdaya korbannya. Akibatnya bukan hanya barang berharga yang dijarah, tapi juga membuat korban terluka karena terjatuh dari motornya gegara mempertahankan diri. Penjambret tak segan-segan menendang motor korban karena nekat melawan. Lebih sadis lagi jika pelaku melukai sasarannya dengan senjata tajam (sajam). Ironisnya pihak kepolisian menyikapi masalah itu  hanya biasa-biasa saja. Kesannya cuma menunggu laporan saja jika ada kejadian, selanjutnya akan mengecek tempat kejadian perkara (TKP), selesai. Tindakan tegas yang semestinya dilakukan kepada para penjahat jalanan terasa tumpul. Padahal, polisi khususnya anggota reskrim yang notabene memburu pelaku dibekali dengan senjata api (senpi) meski pemakaiannya tetap harus prosedural. Jadi, pantaskah penjambret ditembak mati?. Dampak yang paling terasa dari lemahnya kinerja anggota di lapangan adalah kejahatan jalanan meningkat tajam. Sebaliknya jumlah korban yang dijahili pelaku terus bertambah. Sehingga banyak masyarakat yang memilih menghakimi penjahat jalanan yang tertangkap, karena sudah tidak percaya lagi dengan aparat kepolisian. Sebagai contoh dalam kurun waktu sejak Juli tahun ini tercatat sudah ada 10 kali aksi penjambretan di wilayah Surabaya. Pertama pada Kamis (2/7) dini hari, seorang wanita berusia 45 tahun jadi korban di Jalan Banyuurip ketika hendak jualan di Pasar Asem. Selanjutnya kejadian sama terulang di Jalan Lontar pada Selasa (7/7). Saat itu, dua wanita yang sedang berboncengan motor tas dirampas pelaku. Namun, keduanya berasil mempertahankannya. Akibatnya mereka terjatuh dan menderita luka-luka. Kemudian, pada Minggu (30/7), para pelaku jambret beraksi di dua lokasi. Korbannya pasangan suami istri (pasutri) di Jalan Banyuurip dan dua mahasiswi di Jalan Ngagel Jaya Selatan. Dua hari berikutnya, seorang wanita juga menjadi korban jambret di Jalan Kupang Indah depan Hotel Somerset. Tak sampai seminggu, dua kali aksi penjambretan kembali terjadi di Jalan Margomulyo. Selain itu, dua wanita muda juga diperdaya di Jalan Ketabang Kali pada Selasa (4/8) malam. Kejadian terakhir pada peringatan HUT ke-75 RI atau pada Senin (17/8). Dalam sehari itu, para penjambret beraksi di dua lokasi di antaranya di Jalan Demak yang korbannya seorang wanita 21 tahun dan pasutri di Jalan Sukomanunggal depan Kejaksaan Negeri Surabaya. Meski beberapa pelaku telah diamankan anggota Polrestabes Surabaya maupun Polda Jatim, tapi kejahatan ini tak ada hentinya menghantui Surabaya. Sementara itu, Kasubdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim Kompol Oki Ahadian Purwono menuturkan, bahwa pihaknya saat ini mem-back up Satreskrim Polrestabes Surabaya untuk menangkap para pelaku jambret. "Kami sudah koordinasi dengan Satreskrim Polrestabes Surabaya untuk menangkap pelakunya. Masing-masing memiliki kelompok sendiri. Kadang beda lokasi pelakunya sama terkadang juga berbeda," kata Oki Ahadian. Disinggung mengenai perlukah tindakan tegas terukur agar membuat pelaku jera, Oki menjelaskan bahwa penindakan tegas terukur itu tergantung situasi di lapangan saat melakukan penangkapan. "Untuk tindakan tegas tergantung situasi di lapangan. Kalau pelaku melawan ya kami berikan tindakan tegas sesuai prosedur. Jika tidak melawan, kami lakukan penangkapan seperti biasa," pungkas alumni Akpol 2003 itu. (iah/nov)

Sumber: