Bupati Jember: HMP DPRD Cacat Prosedur!
Jember, Memorandum.co.id - Bupati Jember, dr Faida angkat bicara soal penggunaan Hak Menyatakan Pendapat (HMP) DPRD Jember. Faida menilai, HMP DPRD Jember cacat prosedur karena tidak sesuai regulasi seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018. Kendati pada tahap awal pengusulannya dilakukan lebih dari 10 anggota dari 2 fraksi berbeda, tapi dalam perjalanannya, usulan itu tak disertai materi dan alasan. Sehingga HMP DPRD Jember menyalahi regulasi yang mengatur tentang penyusunan tata tertib DPRD. Melalui Juru Bicara Pemkab Jember, Gatot Triyono, Faida mengungkapkan, dalam surat yang dikirim ke Bupati 20 Juli lalu, DPRD tidak menyertakan dokumen pendukung sesuai yang diatur PP 12/2018. Padahal, dokumen itu sangat penting bagi Bupati sebagai bahan memelajari materi penggunaan HMP. “Dalam konteks ini, Ibu Bupati jelas dirugikan,” tegas Gatot kepada memorandum.co.id, Kamis (23/7). Selain membawa kerugian, Gatot menegaskan, dari aspek hukum juga menyebabkan usulan HMP tidak memenuhi prosedur. Apalagi, dalam pasal 79 ayat 1 huruf C, kepala daerah diberi ruang memberikan pendapat atas HMP tersebut. Sehingga, Gatot menguraikan, adanya tahapan penyampaian pendapat ini memiliki konsekuensi bahwa kepala daerah harus mendapat dokumen mengenai materi dan alasan pengusulan HMP. Dengan demikian, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Pemkab Jember ini menyebut, tiadanya dokumen itu berpotensi menghalangi terlaksananya kewajiban Bupati sebagaimana dimaksud dalam peraturan itu. “Sederhananya begini, mau mengobati pasien harus tahu keluhannya apa. Pada kasus ini juga sama. Jadi harus tahu apa argumentasi dewan menggunakan HMP. Biar nyambung,” jelasnya. Kendati begitu, mantan Camat Kaliwates ini menyampaikan, Bupati Faida berniat tetap menyampaikan pendapatnya dalam rapat paripurna HMP. Tapi karena masih berada di masa pandemi, Bupati tidak hadir langsung, melainkan menyampaikannya secara daring. Hanya saja, dewan menolak dan meminta bupati hadir di gedung DPRD. “Menurut saya, secara substansi tidak ada masalah. Rapat daring juga tidak mengurangi keabsahan rapat paripurna,” tegasnya. Menurut Gatot, sesuai Pasal 174 ayat (3) UU 23 Tahun 2014 dan Pasal 79 ayat (3) PP 12/2018, kebsahan rapat paripurna HMP bukan pada teknis penyampaian pendapat bupati, apakah secara langsung atau daring. Melainkan, terpenuhinya syarat jumlah kehadiran atau kuorum anggota DPRD. “Praktik kehadiran secara virtual dalam rapat-rapat di lembaga perwakilan rakyat juga telah banyak yang melakukannya. Bahkan di DPR RI sekalipun. Jadi hal ini tak bisa menjadi dalih menolak rapat daring tersebut,” imbuhnya. Di sisi lain, Gatot mengatakan, alasan rapat via daring itu juga cukup kuat. Karena ada kekhawatiran muncul gerakan massa, baik yang pro maupun kontra. Apalagi jamak diketahui, HMP itu sarat kepentingan politik menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Ini bisa dilihat dari ngebetnya DPRD melakukan pemakzulan. “Jadi, ini demi kebaikan bersama. Termasuk untuk mengindari terjadinya penularan Covid-19. Karena saat bertemu dalam kerumunan, virus korona rentan menular dari orang ke orang,” pungkasnya.(edy)
Sumber: