Menanti Sinovac
Oleh Dahlan Iskan Apa yang akan dilakukan? Setelah vaksin anti-Covid-19 buatan Tiongkok itu tiba di Bandung Senin kemarin? Pertama-tama adalah mencari relawan dalam jumlah besar. Yakni relawan yang mau disuntik dengan vaksin baru itu. Itulah orang yang disebut dengan relawan uji coba klinis tahap tiga. Khusus untuk uji coba tahap tiga ini jumlah relawannya harus banyak. Boleh dikata: sebanyak mungkin. Kalau bisa sampai 3.000 orang. Setidaknya 300 orang. Kian banyak dari angka 300 kian baik. Agar bisa mendapatkan hasil evaluasi yang terbaik. Berdasarkan evaluasi uji coba tahap tiga itulah badan-badan dunia akan memberi ijin edar. Yakni badan yang terkait dengan obat/vaksin baru. Setelah ijin keluar barulah vaksin itu boleh dipakai secara umum. Istilahnya pun belum disebut 'resmi boleh dipakai' melainkan 'uji coba tahap empat'. Tapi di uji coba tahap empat itu sasarannya bukan relawan lagi. Siapa pun boleh disuntik dengan vaksin baru itu. Sambil terus dimonitor oleh badan-badan perijinan obat/vaksin-baru dunia. Itulah sebabnya penemuan obat baru itu mahal sekali. Untuk uji coba tahap 4 ini saja, biayanya bisa mencapai Rp 200 miliar. Itu kalau di negara-negara Barat. Padahal di sana tidak ada Pilkada. Karena itu untuk mencari relawan tidak mudah. Mereka sangat takut pada efek samping obat baru itu. Di sana relawan jenis ini mirip relawan Pilkada/Pilpres kita: harus dibayar. Di samping harus ada gizi, mereka juga harus menandatangani banyak dokumen: misalnya tidak akan menuntut apa pun kalau ternyata ada masalah dengan obat/vaksin itu. Mereka juga harus lebih dulu menjalani pemeriksaan kesehatan. Lengkap. Pun setelah sebulan disuntik. Pemeriksaan setelah penyuntikan itu bisa sampai dua kali. Berarti dua bulan. Kalau pun uji coba tahap 3 ini berhasil, berarti paling cepat Oktober izin pakai dari badan-badan dunia akan keluar. Katakanlah: November. Di bulan November tepat setahun Presiden Jokowi menjabat, vaksin itu sudah bisa diproduksi masal. Itu sudah sungguh-sangat-amat-luar-biasa cepat. Hanya 10 bulan setelah Covid-19 menyerang Wuhan, Tiongkok, vaksin sudah ditemukan –dan sudah bisa dipakai secara umum. Normalnya, di dunia barat, vaksin atau pun obat baru seperti itu baru bisa meluncur ke pasar paling cepat lima tahun. Rasanya ini rekor sepanjang masa. Pun tidak mungkin terjadi kalau bukan Tiongkok. Bukan saja perizinannya cepat tapi mencari relawan di sana tidak perlu tim sukses. Terutama untuk relawan tahap satu. Yang fokusnya pada dampak efek samping. Betapa bahayanya. Di tahap ini perlu waktu dan penelitian yang sangat cukup untuk mengetahui aman tidaknya obat baru. Itu masih diteruskan dengan uji coba tahap dua: untuk mengetahui tingkat keberhasilan. Dengan jumlah relawan sampai 60 orang. Semua itu sudah sukses dilakukan di Tiongkok. Tinggal uji coba tahap tiga. Yang sasarannya tidak boleh hanya di satu negara. Itulah sebabnya biayanya mahal sekali. Kalau di dunia barat. Dengan uji coba di banyak negara maka efektivitas obat/vaksin baru bisa diketahui secara luas. Pun terhadap berbagai jenis manusia. Yang gen dan darahnya berbeda-beda. Saya bersyukur Indonesia dipilih menjadi salah satu dari banyak negara lain untuk uji coba tahap tiga itu. Itu sebagai pertanda bahwa kita akan boleh memproduksi sendiri nantinya. Bagaimana dengan Amerika dan India? Di sana banyak Pilkada. Di kita pun mungkin ada juga akan protes: kok kita dijadikan kelinci percobaan. Apakah mencari relawan di Indonesia tidak sulit? Apakah akan menuntut sama dengan relawan Pilkada? Harusnya mudah. Dan tidak harus membayar. Saya mau tidak usah dibayar. Tapi umur saya mungkin tidak cocok lagi. Relawan tahap tiga ini harus dari berbagai macam manusia: anak, remaja, muda, setengah umur dan orang tua –asal jangan tua sekali. Masing-masing dengan jenis kelamin yang berbeda-beda: laki, perempuan dan yang half-half. Asal daerah mereka juga harus beda-beda: kota, desa dan yang seperti lagunya Rhoma Irama itu: ada Jawa, Sunda, Tionghoa, Batak, Bugis dan lain-lainnya. Nama vaksin itu: belum ada. Hanya disebut 'Vaksin Sinovac' - -vaksin buatan perusahaan Tiongkok bernama PT Sinovac. Di Indonesia uji coba itu dilakukan oleh PT Biofarma, sebuah BUMN yang laboratorium besarnya di Bandung. Biofarma punya pengalaman panjang di bidang ini. Terutama ketika ahli Indonesia menemukan vaksin flu burung –rasanya dari ahli di Universitas Airlangga? Biofarmalah yang melahirkannya. Biofarma memang punya peternakan ayam khusus –telurnya dipakai penelitian. Pun punya peternakan tikus dan kelinci. Universitas Padjadjaran, Bandung, tentu sangat beruntung dekat dengan Biofarma. Ahli-ahli dari Unpad bisa terjun langsung dalam proses uji coba tahap 3 ini. Terutama dalam menggalang relawan. Dulu kita pernah menanti hujan di bulan November-nya Christin Panjaitan. Kini kita menanti November karena vaksin Sinovac. (*)
Sumber: