Hidup Bonda Bandi

Hidup Bonda Bandi

Makin banyak kabar begini belakangan ini: "Mbak yang merawat Uti, positif Corona Yah," kata menantu saya. Perawat itu izin tidak bisa merawat ibu karena panggilan tugas. Tenaganya dibutuhkan menangani Covid. Lalu, kabar yang mentrenyuhkan itu datang. Ya Allah, sang Mahapenyembuh, sembuhkan perawat yang baik hati itu ya Allah. Sahabat kami, Mas Kemi dan istri juga. "Beliau sendiri yang nge-share dan minta doa kita," kata nyonya yang facebookan dengannya. Mas Kemi adalah mantan wartawan Surabaya Post yang kemudian menjadi tim Public Relations ITS pada zaman kerektoran Prof Dr Ir Moh Nuh. Dia juga menjadi staf khusus Menteri Dikbud, saat Pak Nuh dipercaya menjadi menterinya. Bahkan ketika Profesor yang ustad ini membesarkan Unusa, Mas Kemi diajaknya serta. Karuniai kesembuhan dan kesehatan kepada Mas Kemi sekeluarga ya Allah. "Tetangga di kompleks ITS, juga positif mam," kata menantu satunya lagi mengabari istri saya. "Hati-hati Mbak, kalau perlu anak-anak dibawa ke sini saja," saran istri saya. Kian hari, rasanya corona kian menghampiri kita. Seperti sudah di kanan-kiri kita. Seperti mengintai kita. Lengah sedikit bisa hinggap di tubuh kita.  Padahal, kita sudah berusaha tidak lagi  ke pasar dan memilih tukang mlijo (tukang sayur keliling) datang ke rumah. Dia menerima order apa saja yang kita pesan sehari sebelumnya. Info dr Dwi Koryanto Sp. BS, dokter spesialis bedah syaraf tulang belakang yang kemarin sharing kepada sesama anggota Senam Dahlan Iskan (SDI), virus ini makin mengerikan. "Menurut WHO, penyebarannya tidak hanya lewat droplet, tapi juga airborne transmission. Lewat udara," katanya lagi. Lebih mengerikan lagi,"Dulu herd immunity dianggap salah satu alternatif. Ternyata, ada riset yang menyatakan bahwa meski sudah sembuh dari covid, tetap bisa terpapar lagi, sakit lagi. Tidak seperti cacar, kalau sudah terkena, tidak mungkin bisa terkena lagi," kata dokter yang juga anggota komunitas SDI ini. Masalahnya, ihtiar kita untuk mengurangi ke pasar, ke supermarket, ke tempat ibadah, apa sudah cukup aman untuk tidak terpapar virus yang mengerikan ini. Masalahnya lagi, apakah tukang sayurnya aman? Pengantar go foodnya bersih? Atau pengantar paketnya safe? Atau paketnya sendiri tidak dihinggapi virus ini? Atau malah kita sendiri yang tidak "bersih" dari corona? Hidup kita bagaikan bonda bandi: kena cofid tidak ya, aman atau tidak, perlu tes swab atau tidak ya. Jangan-jangan  kita yang merasa segar bugar, justru ternyata pembawa virusnya. Hanya kita belum dites PCR atau swab saja. Tapi, pesan dr Dwi jangan rapid test. "Tidak akurat," katanya. Berani PCR atau Swab test? He..he..he...saya yakin banyak yang takut. Jika terkena repotnya setengah mati, merepotkan diri sendiri, keluarga, saudara, dan siapa saja yang berinteraksi dengan kita. Tiba-tiba kita menjadi manusia yang sangat ditakuti, dijauhi. Itulah mengapa sampai ada pasien covid yang bunuh diri. Benar-benar virus yang mematikan. Bahkan, sampai meninggalnya saja, dibungkus plastik. Na'udzubillah. Walanabluwannakum bi syay in minal khouf ....Dan, kami akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan (Al Baqarah 155). Wabasy syiris shobiriin: berilah kabar  gembira bagi orang yang sabar. Mengapa sabar dan tenang? Karena di ayat berikutnya jika kita tertimpa musibah, kita diminta untuk berucap: sesungguhnya kita milik Allah dan akan kembali kepadaNya. Ulaika humul muhtaduun, mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. Itulah manfaat beragama, membuat tenang para pemeluknya. Menghadapi ujian apa saja: termasuk corona. Salam! Ali Murtadlo, Kabar Gembira Indonesia (KGI

Sumber: