Amerika, Kamu Mengajari Apa?
Oleh: Ali Murtadlo USA sedang mempertontonkan wajah buruknya. Setidaknya untuk dua hal: penanganan Covid dan demo kematian George Floyd yang belum kunjung reda. Negeri Hollywood yang begitu gemerlap, kali ini bopeng. Buruk muka ini diperburuk oleh gaya kepemimpinan orang nomer satunya: Donald Trump. Dalam penanganan Covid, Trump kerap berbeda pendapat dengan gubernur dan wali kotanya. Bahkan, konferensi persnya selalu berakhir dengan kontroversi yang menyebabkan panen bully. Begitu jengkelnya dengan penanganan buruk corona, The New York Times edisi 24 Mei, full page cover depannya memuat nama-nama korban meninggal karena covid. Cerdas, heboh, tapi tetap tak membuat Mr Trump bergeming. Seperti biasa, kata orang Surabaya Pak Donald mbidek. Cuek. Floyd handling? Lebih parah lagi. Banyak pejabat di bawahnya: baik itu kepala polisi, gubernur, wali kota memohon kepada Trump agar: Mr President shut up please! "Kalau tidak bisa bicara yang baik, sebaiknya diam," kata Kepala Polisi Houston Art Avecedo, persis seperti mengutip Hadis Nabi yang sering kita baca: fal yaqul khoiron aw liyasmut. Sebagian masyarakatnya juga begitu. Ada hal-hal yang tidak bisa kita tiru. Dalam hal covid, ada sebagian yang mendemo agar lock down segera dihentikan. Mereka sudah tidak betah di rumah. Demo Floyd parah lagi. Sangat kebablasan. Anarkhis. Merusak mal, mengambili semua barangnya. Polisi mengatakan itu bukan demo, tapi kriminal. Karena itu, ada alasan untuk menerapkan Night Curfew: jam malam. Pesan moralnya: jangan terlalu mengagungkan Amerika. Biasa saja. Ada banyak hal yang bisa kita contoh, tapi banyak juga yang tidak perlu kita ikuti. Gaya hidup yang bebas, kehidupan yang gemerlap tidak selalu seindah warna aslinya. Peristiwa mutakhir ini contohnya. Tentu masih banyak hal yang bisa kita ambil positifnya dari Amerika. Etos kerjanya. Orang-orang pintarnya (peraih nobel terbanyak dari negeri ini), pebinisnya (Forbes World's Billionaires List 2020, terbesar dari USA). Dan, satu lagi: filantropisnya. Amerika tidak hanya pandai mencetak orang superkaya, tapi juga orang kaya yang gemar bederma. Tak ada yang menandingi jumlahnya. Warren Buffett misalnya. Bill Gates misalnya. Keduanya menyumbangkan lebih dari separo kekayaaannya ke Bill and Melinda Gates Foundation. Berapa kekayaannya. Bill Gates 103 M USD dan Buffett 73 M USD (The World's Wealthiest Individuals). Keduanya adalah rangking 2 dan 4 orang terkaya sedunia. Rangking satunya?Jeff Bezos, 145 M USD, CEO Amazon. Juga dari Amerika. Negeri adidaya ini akan tetap menjadi icon peradaban dunia. Cara mengemas segala sesuatunya luar biasa. Kita bisa belajar dari mereka: how to make an event as an industry. Pusat hiburannya, olah raganya, bahkan juga teaternya. Cara membuat musium yang penuh pengunjung misalnya. Dua kali ke negeri Paman Sam, saya terkagum dengan itu: packaging, pengemasan. Kita punya banyak bahan untuk diindustrikan, tapi lemah di kemasan. Lemah mengindustrikannya. There's always beauty to be found in the darkness. Kita ambil baik-baiknya. Masih banyak kelebihannya.(*)
Sumber: