Mantan Kepala Metrologi Dijebloskan ke Lapas Lowokwaru
Malang, memorandum.co.id - Kejaksaan Negeri Kota Malang mengeksekusi terpidana tindak pidana korupsi, Kariyono (57), warga Jalan Kedungklinter, Surabaya ke Lapas Lowokwaru, Kota Malang, Jumat (5/6). Terpidana adalah mantan Kepala Balai Pelayanan Kemetrologian Malang tahun 2007. Ia diangkat menjadi pejabat Kemetrologian Dinas Perindustrian dan Pelayanan, Propinsi Jatim di Malang, melalui SK Gubernur selaku Kuasa Psngguna Anggaran (KPA). “Hari ini, kami melakukan eksekusi dari putusan Mahkamah Agung ke Lapas Lowokwaru. Terpidana datang ke kejaksaan tadi pagi dengan kesadaran sendiri. Sehingga langsung dieksekusi ke lapas,” terang Kajari Malang Andi Darmawangsa. Ia menambahkan, sebenarnya, putusan dari MA sudah turun di bulan Oktober 2019 lalu. Yakni, putusan hukuman penjara selama 2 tahun, denda Rp 50 juta subsider 3 bulan. Selain itu, harus mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp 77.845.000. “Baru bisa eksekusi hari ini karena dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya, kami harus mendapatkan alamat tempat tinggalnya, dan adanya Covid-19 saat ini. Setelah itu, baru kami surati dan dibalas. Waktu itu dikarenakan dia sakit. Dan baru kali ini, ia dengan kesadaran sendiri datang,” lanjut Andi. Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa sebelum ke lapas yang bersangkutan dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa kesehatan. Termasuk harus bebas dari virus Covid-19. Setelah itu langsung ke Lapas Lowokwaru. Kasi Pidsus Kejari Malang Ujang Supriyadi menjelaskan kasus ini terjadi di tahun 2007. Dalam kapasitasnya sebagai Kepala Balai Kemetrologian dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), ia mengumpulkan seluruh stafnya. “Saat itu ia mengatakan bahwa dalam anggaran DIPA Kemetrologian ada anggaran perjalanan dinas untuk kegiatan Tera. Ia meminta stafnya untuk melakukan pemotongan. Akhirnya berproses sampai dengan putusan MA di tahun 2019 lalu. Dan berakhir eksekusi hari ini,” lanjut Ujang. Disinggung untuk apa sebenarnya uang yang waktu itu terpidana melakukan pemotongan anggaran, Ujang menyebut bahwa uang itu untuk kepentingan pribadi terpidana sehingga dalam putusan perintahnya juga harus mengembalikan uang ke kas negara. Sementara itu, kuasa hukum terpidana, Deny Rahardian Muhamad menerangkan bahwa saat ini klienya menjalani putusan MA. Meskipun tidak merasa bersalah. Mengingat, kebijakan yang dilakukan adalah mengikuti kebijakan pimpinan-pimpanan sebelumya. “Ya klien kami menjalani hukuman putusan MA. Meskipun, klien kami tidak merasa bersalah. Karena, hanya menjalankan kebijakan pimpinan sebelumnya. Ya hanya yang ini dikategorikan tindakan korupsi,” terangnya seraya mengatakan mempertimbangkan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK). (edr/tyo)
Sumber: