Menolak Mati di Tengah Pandemi, Kukuh Berkarya di Masa Karantina

Menolak Mati di Tengah Pandemi, Kukuh Berkarya di Masa Karantina

Surabaya, memorandum.co.id - Pandemi covid-19 yang tak jelas kapan tuntas meremukkan sendi-sendi kehidupan manusia di seluruh dunia. Tak terkecuali di Indonesia, tak terkecuali di Surabaya. Meski begitu, sejumlah seniman muda di Kota Pahlawan tetap mengobarkan semangat juang pantang menyerah oleh keadaan. Berawal dari kegelisahan di bulan Maret 2020 terkait batalnya festival-festival musik semasa pandemi, yang juga berarti kolapsnya ekosistem industri seni pertunjukan (yang tidak hanya dihuni oleh musisi belaka), Kharis Junandharu dari Moso’iki Records mengajak Mamak Kurniawan untuk bereksperimen membuat platform panggung digital, yang tidak menggantungkan pemasukannya dari donasi dan bersifat inklusif pada semua genre musik yang ada. Pada April 2020, inisiatif ini disambut baik oleh Prasetyo Imansyah, Kubik, Intive Studio, Blackroc Guerilla, Merata Space, dan Garda Pangan, yang memutuskan untuk bergabung dalam eksperimentasi kolektif bernama KaranTiVi. Dalam manifestonya, gerombolan seniman muda Kota Pahlawan ini menuliskan sikapnya: Nyaris semua lini kehidupan berhasil dipukul mundur oleh pandemi Corona. Kita yang mengalami zaman pagebluk ini, mungkin, tak pernah membayangkan bahwa serangan dari makhluk yang tak kasat mata bisa memberikan dampak yang kelewat nyata: dunia yang coba kita gapai melalui perkakas dan capaian modern itu telah ambruk. Tanpa ancang-ancang, tanpa kuda-kuda. Dulu kita menempatkan wabah di halaman belakang rumah, dirawat oleh ingatan-ingatan yang menempel di dinding belakang layaknya jelaga sisa bakaran. Sekarang wabah tak hanya menempati halaman belakang karena ia bisa seenaknya nyelonong masuk ke ruang-ruang utama dan paling privat di rumah kita, dilestarikan oleh keadaan yang kian pelik dan kehidupan yang kian lara. Nyatanya kita belum menyerah, tetapi juga tidak berdamai, sebagaimana titah sembrono dari orang-orang di atas sana. Kita bersiasat untuk menyintas wabah, sembari tak lupa untuk tetap menjaga kewarasan dengan berbahagia, bermain, berbagi, dan tak menyakiti sesama. Dalam kemuraman yang mencekik ini, kami mengupayakan sebuah platform hiburan. Karantivi.com merupakan suatu usaha dari para pekerja seni untuk menghadirkan pertunjukan seni (musik, pada awalnya) yang bisa diakses secara virtual. Kami harap platform ini nantinya menjadi ruang yang menyediakan kesempatan bagi para pekerja seni yang menolak menyerah meski digulung oleh keadaan sebab tak bisa menggelar pertunjukan. Di sisi lain, kami juga berharap publik juga memiliki kesempatan untuk menikmati sajian pertunjukan oleh seniman/musisi kesayangan. Seperti jamaknya pertunjukan, publik memiliki kesempatan untuk berkontribusi melalui pembelian tiket—sebuah hubungan timbal balik yang setara seperti dalam mata rantai produksi, distribusi, dan konsumsi. Pilihan ini kami ambil karena ingin menunjukkan bahwa sebagai pekerja seni yang menghasilkan produk seni, kami ingin pekerjaan yang kami lakukan diapresiasi lewat praktik kesetaraan dalam transaksi, bukan lewat penggalangan dana atau sistem donasi. Praktik transaksi berbayar ini merupakan salah satu bentuk apresiasi dan strategi untuk menciptakan sistem berkelanjutan yang mandiri. Tenang saja, kami tahu diri, dan tak akan sampai hati mendulang untung sebesar gunung di masa pandemi seperti ini. Nantinya, publik hanya perlu mendaftar dan membayar sebesar Rp 15.000 untuk setiap sesi pertunjukan harian. Sebagai bentuk komitmen kami, tiap gelaran pertunjukan di masa pandemi seperti ini, karantivi.com menerapkan prosedur kesehatan standar Kemenkes bagi para musisi dan segenap kru produksi agar kesehatan tetap terjaga. Kemudian, disertai dengan komitmen kesetaraan, karantivi.com juga akan berbagi hasil penjualan tiket untuk menopang kerja-kerja kemanusiaan yang akan disalurkan oleh Garda Pangan. Akhir kata, di gersang industri, di musim pandemi yang laknat ini, akar rumput masih senantiasa menolak mati. Mari rayakan karantina, mari bertahan bersama-sama.(*)

Sumber: