Kawini TKW Hanya untuk Dijadikan Sesembahan
Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Toni teringat, waktu itu Nunung mendatanginya dan menangis tersedu-sedu karena ditinggal mati adiknya, Nia. Secara mendadak. Sangat mendadak. Napas Nia tersengal-sengal sebelum meregang nyawa di depan meja rias. Nunung yang kala itu sedang rebahan di ranjang dan mengawasi segala tingkah polah Nia terkejut. Sebab, sebelum itu mereka sempat bercanda ngalor-ngidul. Nia bahkan mem-bully Nunung yang seminggu lagi akan menikah. “Kata Nunung, proses kematian Nia amat singkat. Saat tertawa terpingkal-pingkal, mendadak napasnya tersengal. Makin lama makin berat dan mak-srut... kepalanya tersungkur di meja. Mati. Wajahnya menempel pada boneka Barbie yang selalu dipajang Nia di meja rias,” cerita Toni. Selama ini Toni menilai kematian Nia sebagai kejadian yang wajar-wajar saja. Tapi setelah mendapat informasi dari Mbah Dugem soal mertuanya yang menjalani persekutuan dengan setan, Toni baru ngeh. Kejadian-kejadian serupa yang menimpa beberapa calon TKW yang diperbantukan di rumah kembali membayang. Menurut Mbah Dugem, sebenarnya TKW-TKW tersebut bukan orang jauh ayah mertua Yoni. “Semua perawan yang dijadikan tumbal harus orang dekat,” ujar Toni, teringat omongan Mbah Dugem. “Apakah TKW-TKW itu orang dekat Ayah?” tanya Toni kepada Mbah Dugem kala itu. Mbah Dugem membenarkan. “Ayahmu orangnya licik. Dia sengaja menikahi gadis itu. Tapi sebelum menggaulinya, gadis-gadis tadi dipersembahkan kepada Nyi Sunti. Diakui Toni, dia pernah melihat dengan mata kepala sendiri ada seorang TKW mati mendadak di rumahnya. Waktu itu dia sedang mengeringkan hasil cucian di mesin cuci. Tubuhnya terjengkang ke kelakang seperti orang tersentrum. Anehnya, pada tubuhnya tidak ada tanda-tanda tersetrum. Pikiran ini sengaja tidak disampaikan Toni kepada istrinya. Dia takut Nunung shock. Lagipula, kecurigaan tersebut belum tentu benar. Dilema ini menjadi beban di batin Toni. “Aku akhirnya menemui guru ngaji kami. Nunung sengaja tidak kuajak,” kata Toni, yang takut masalah ini membebani batin istrinya. Menurut guru ngaji tersebut, sebut saja Ustaz Sodiq, sudah jelas bahwa mertua Toni bersekutu dengan setan. Tidak perlu diragukan. Untuk mengingatkan yang bersangkutan soal tersebut dan mengajaknya kembali ke jalan yang lurus, itu menjadi tanggung jawab Toni dan Nunung. Toni diharapkan Ustaz Sodiq berani ber-amar ma’ruf nahi munkar. Hal itu bisa dilakukan dengan mengajak mertuanya berdialog perlahan-lahan. Mengingatkan secara baik-baik. Tidak bisa frontal, karena dikhawatirkan ayah mertuanya akan marah lantaran merasa disudutkan. Prediksi Ustaz Sodiq tidak meleset. Prayitno seperti kebakaran jenggot. Toni diusir, bahkan tidak diperkanankan lagi menginjak rumahnya. Nunung membela. Tapi, sia-sia. Prayitno samakin membara. Nunung bahkan diusir pula. Keduanya dilempari benda-benda yang terpajang di dekatnya. “Kami tidak berani membalas. Kami hanya berusaha menghindar dan sesegera mungkin meninggalkan rumah,” kata Toni. (bersambung)
Sumber: