P4MU Prihatin Kasus Pencemaran Nama Baik di RSMU Berakhir di Pengadilan

P4MU Prihatin Kasus Pencemaran Nama Baik di RSMU Berakhir di Pengadilan

Surabaya, memorandum.co.id – Proses pelimpahan tahap dua kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan mantan Direktur Rumah Sakit Mata Undaan dr SJ dari Polrestabes Surabaya ke Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, disayangkan oleh Perhimpunan Perawatan Penderita Penyakit Mata Undaan (P4MU).

Dikatakan Ketua P4MU Arif Afandi kepada memorandum.co.id, bahwa masalah tersebut seharusnya bisa diselesaikan secara internal berdasarkan kekeluargaan. Pihaknya menilai bahwa ada miskomunikasi antardokter di RSMU hingga berakhir di pengadilan.

“Menyayangkan kejadian tersebut. Pihaknya (P4MU, red) sudah berusaha memediasi hal itu beberapa kali. Kami berpikir bahwa kasus sudah selesai secara kekeluargaan ternyata masih berlanjut,” ujar Arif Afandi, Rabu (29/4).

Lanjut Arif Afandi, P4MU menilai seharusnya tidak memenuhi unsur pencemaran nama baik. “Surat peringatan itu masih di dalam tugas seorang direktur. Dan tidak diumumkan di media massa,” ujar mantan Wakil Wali Kota Surabaya ini.

Menurut Arif, terusnya pengaduan pencemaran nama baik oleh anak buah ke atasan sesama dokter ini jelas mengganggu kinerja RSMU. Apalagi ini berlangsung saat semuanya menghadapi krisis akibat pandemi Covid-19.

“Ini menjadi preseden yang tidak baik di tengah pandemi Covid-19. Apalagi dr SJ mengajukan surat pengunduran diri dari Direktur RSMU, sehari sebelum kasusnya dilimpahkan ke Kejari Tanjung Perak,” pungkas Arif Afandi.

Sebelumnya, Kasi Intelijen Erick Ludfyansyah mengatakan, bahwa pihaknya menerima pelimpahan tahap dua perkara pencemaran nama baik yang menyeret mantan Direktur RSMU dr SJ, Selasa (28/4).

“Kami kejaksaan Negeri Tanjung Perak, tanggal 28 April telah menerima tahap dua atas nama tersangka inisial SJ dari Polrestabes Surabaya,” ujar Erick.

Lanjut Erick, bahwa tersangka SJ dituduhkan melakukan sangkaan pasal 310 ayat (2) KUHP dan pasal 311 ayat (1) KUHP.

“Yang bersangkutan tidak dilakukan penahanan, karena berdasarkan pasal 20 KUHAP tidak dapat dilakukan penahanan karena ancamannya di bawah lima tahun,” ujarnya.

Tambahnya, SJ ini dokter di Rumah Sakit Mata Undaan. Sedangkan korbannya juga dokter.

“Jadi dari proses penyidikan bahwa tersangka telah menuduhkan korban melanggar etika profesi,” pungkas Erick. (fer/tyo)  

Sumber: