Takut Betul-Betul Dicerai Suami, Sempat Tidak Sadarkan Diri

Takut Betul-Betul Dicerai Suami, Sempat Tidak Sadarkan Diri

Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Akhirnya, menuruti saran anak-anak, Toni mendaftarkan gugatan cerainya ke Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Jalan Ketintang Madya. Beberapa waktu kemudian surat panggilan dari PA sampai di tangan Maya. Waktu itu dia masih di rumah Johan di Jogja. “Joooohaaaan…,” teriak Maya begitu membaca surat berlogo PA Surabaya yang diterima dari tukang pos. Johan yang sedang berada di ruang tengah bergegas menuju asal suara. “Ayahmu… ayahmu… Jo…,” kata Maya tergagap-gagap. “Kenapa Ayah?” tanya Johan sambil menatap mata ibunya. Dia melihat seperti ada gumpalan awan di kelopaknya. Air itu siap tumpah membasahi pipi ibu tiga anak yang mulai keriput ini. “Ayah tidak kenapa-napa kan Bu?” “Ayahmu tega,” kata Maya dengan tatapan kosong. Pelan-pelan tubuhnya limbung dan akhirnya terjengkang ke lantai. Johan kamitenggengen dan tidak sempat meraih tubuh sang ibu. Sekitar 30 menit Maya tidak sadarkan diri. Selama itu Johan berkoordinasi dengan ayahnya. Begitu bangun, Johan menyarankan ibunya segera memenuhi panggilan pengadilan tadi. Mendengar itu, Maya yang sedang terbaring di tempat tidur mencoba bangun dan duduk. Air matanya kembali mengalir. “Menurutmu, apakah ayahmu memang sungguh-sungguh akan menceraikan Ibu?” tanya Maya. “Ibu tanyakan saja ke Ayah. Aku tidak tahu apa yang terjadi antara Ibu dan Ayah. Ibu kan tidak pernah berterus terang ke Johan?” “Aku hanya mendengar Ibu menelepon Ayah dan minta cerai. Kini dikabulkan, kan Ibu seharusnya bersyukur?” tambah Johan. “Ibu tak bermaksud seperti itu. Ibu hanya main-main.” “Makanya Ibu pulang saja ke Surabaya dan jelaskan bahwa Ibu main-main. Katakan Ibu masih mencintai Ayah. Beres.” Maya mengangguk. Keesokan harinya dia pulang. Sampai di rumah, Maya njujug ruang keluarga karena melihat suami dan ibu mertuanya di sana. Maya langsung menjatuhkan diri ke kaki mertuanya dan meminta maaf. Maya juga meminta maaf kepada Toni. Ketika Toni sedang memeluk Maya, HP-nya berdering. Panggilan dari Johan. Toni lantas minta izin istrinya untuk menjauh karena ada telepon penting dari bos. Begitu alasannya. “Ibu bagaimana Yah?” “Alhamdulillah. Sekarang Ibu jagongan dengan Yangti di ruang tengah.” “Ibumu tahu nggak kalau surat panggilan pengadilan itu sebenarnya kamu yang buat. Jangan sampai tahu lho.” “Yang penting Ibu dan Ayah kembali akur.” “Kata teman Ayah yang psikolog, perilaku ibumu itu wajar terjadi pada perempuan yang baru menopause.” (habis)  

Sumber: