Serikat Pekerja Rokok Tolak Aturan Tembakau di RPP Kesehatan
Ketua Umum FSP RTMM–SPSI, Sudarto AS--
SURABAYA, MEMORANDUM - Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM–SPSI) mengapresiasi pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Pertanian (Kementan), yang telah terbuka dalam menyambut aspirasi terkait penolakan sejumlah pasal pengaturan tembakau pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang merupakan aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. Karena dinilai menekan keberlangsungan pekerja di industri tembakau.
Ketua Umum FSP RTMM–SPSI, Sudarto AS menyampaikan apresiasi kepada Kemenko Perekonomian dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Kemenperin dan Kementan.
“Kami berharap kementerian terkait turut mendengarkan aspirasi kami. Kami juga memohon Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak menandatangani RPP Kesehatan sebelum adanya pelibatan pekerja industri tembakau dalam perumusannya,” kata Sudarto AS.
BACA JUGA:Alokasi DBH Cukai Hasil Tembakau di Ngawi Turun Jadi Rp 28,9 Miliar di 2024
Sebelumnya, FSP RTMM-SPSI menyesalkan sikap Kementerian Kesehatan (Kememkes) yang terburu-buru merumuskan RPP Kesehatan tanpa adanya pelibatan serikat pekerja industri tembakau.
Padahal, dampak dari isi RPP Kesehatan tersebut akan berakibat fatal terhadap nasib para pekerja di industri yang telah memberikan kontribusi besar terhadap pemasukan negara.
“Pekerja industri tembakau tidak pernah dilibatkan, sehingga tidak tahu bentuk final dari aturan tersebut. Pernyataan menteri kesehatan di media juga mengkhawatirkan. Proses pembuatan RPP Kesehatan yang terjadi saat ini itu tidak transparan dan sembunyi-sembunyi. Kami sangat khawatir atas adanya pasal-pasal pengaturan tembakau yang mengarah kepada tekanan pelarangan total produk tembakau” ujarnya.
Sudarto menegaskan pihaknya telah berupaya dan akan terus menyampaikan aspirasi kepada pemerintah untuk meninjau kembali pasal-pasal terkait tembakau dalam RPP Kesehatan, dan meminta pelibatan serikat pekerja tembakau dalam proses perumusan.
Ia juga turut mengapresiasi sejumlah pihak yang telah memberikan ruang audiensi untuk mendengarkan pendapat serikat pekerja atas aturan kontroversi tersebut.
BACA JUGA:Tasyakuran di Tulungagung, APTI Tolak Sejumlah Pasal Pertembakauan di RPP Kesehatan
Sudarto mengatakan bahwa dalam audiensi kali ini, Kemenko Perekonomian dan Kemenaker turut menyampaikan pandangannya terkait partisipasi Kementerian terhadap penyusunan RPP Kesehatan, utamanya Kemenaker. Kedua Kementerian ini dipandang memahami potensi dan dampak besar yang akan terjadi apabila RPP Kesehatan disetujui tanpa melibatkan berbagai pihak terkait.
Sudarto menambahkan bahwa di kesempatan audiensi tersebut pihaknya juga berupaya menyampaikan aspirasi dari para pekerja secara langsung kepada Bapak Menteri Kesehatan atau perwakilan dari Kementerian Kesehatan, namun amat disayangkan FSP RTMM-SPSI hanya diterima di ruang surat.
Serikat pekerja mempertanyakan urgensi pasal-pasal tembakau dalam RPP Kesehatan yang terkesan serampangan sekaligus mengancam keberlangsungan industri tembakau beserta para pekerjanya. Padahal, aturan-aturan terkait tembakau sendiri sudah diatur secara komprehensif dalam PP 109 Tahun 2012.
“Regulasi dan kebijakan pemerintah terkait pengendalian industri tembakau perlu pendalaman masalah secara serius, sehingga tidak mengorbankan pihak-pihak yang terlanjur bergantung di dalamnya. RPP yang ketat bukan solusi. Petani, pekerja, pedagang yang terkait langsung dengan industri tembakau, maupun sektor usaha penunjang lainnya yang juga merupakan pihak yang masih membutuhkan adanya industri tembakau perlu mendapat perhatian serius dan mendapatan perlindungan dari pemerintah,” tegasnya.
Sumber: