Jurnalis Malang Raya Beraksi Tolak Revisi RUU Penyiaran
Para jurnalis melakukan aksi di Kota Malang menolak revisi Rancangan Undang-undang Penyiaran (RUU) Penyiaran.-Biro Malang Raya-
MALANG, MEMORANDUM - Ratusan jurnalis Malang Raya sepakat menolak revisi Rancangan Undang-undang Penyiaran (RUU) Penyiaran. Mengingat, salah satu pasalnya dianggap mengancam kebebasan pers.
Mereka itu, gabungan dari berbagai organisasi, yaitu Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang Raya.
BACA JUGA:Pria di Gresik Rudapaksa Gadis 13 Tahun, Pamit ke Orang Tua Ajak Korban Selawatan
Aksi penolakan itu, diungkapkan saat beraksi di depan Balai Kota Malang dan mendatangi kantor DPRD Kota Malang, Jalan Tugu Kota Malang, Jumat 17 Mei 2024.
"Seperti liputan investigasi itu harusnya didukung, tapi bukan malah dibungkam. Karena, dari liputan investigasi itu, muncul informasi yang justru mendidik publik. Upaya DPR untuk membungkam ini, saya rasa tidak relevan dan justru mengkhianati demokrasi, mengkhianati reformasi,” terang Benny Indo, Ketua AJI Malang Raya, saat ditemui di lokasi aksi, Jumat 17 Mei 2024.
Dalam kesempatan itu, sejumlah orasi dilontarkan untuk mengungkapkan kekecewaan di hadapan Gedung DPRD Kota Malang. Salah satunya, dengan menggelar puluhan poster tuntutan, yang dijunjung masa aksi.
BACA JUGA:Satlantas Polres Lumajang Gelar Rapat Koordinasi Penutupan Jalan Lumajang-Malang
Seperti Tolak RUU Penyiaran = Pembungkaman Pers, Kebebasan Pers Amanah Konstitusi. Kemudian, Tolak - Lawan dan masih banyak bualan lainnya.
Aksi penolakan, sebagai bentuk perlawanan pers. Sebab, Revisi RUU Penyiaran dinilai menyesatkan serta sebagai bentuk upaya pembungkaman.
BACA JUGA:Kantah ATR BPN Tulungagung Sampaikan Materi Dalam FDG Soal Afwezigheid dan Onbeherdee Nalatenschap
Kegiatan serupa juga dilakukan di sejumlah daerah, lanjut Benny karena memang menjadi perhatian publik terutama para media. Sejumlah daerah lain diantaranya, Jember, Blitar, Kediri dan daerah luar Jawa Timur.
BACA JUGA:Imigrasi Surabaya Amankan WNA Bangladesh yang Diduga Kuat Pelaku Penyelundupan Manusia
“Jadi sebetulnya ini aksi serentak dan DPR Republik Indonesia sebagai wakil rakyat harus mendengarkan aspirasi ini,” lanjutnya.
BACA JUGA:Curi HP Usai Antar Cucu Sekolah, Warga Kalibokor Jadi Pesakitan di PN Surabaya
Senada, Ketua IJTI Malang Raya, Moch Tiawan menyebut terdapat sejumlah pasal yang menjadi kontroversi dalam RUU Penyiaran.
BACA JUGA:Tinjau Rutilahu di Kedungdoro, DPRD Surabaya Minta Pemkot Segera Intervensi Sebelum Roboh
Satu di antaranya, Pasal 50B ayat dua huruf K. Karena, memiliki banyak tafsir. Terlebih adanya pasal penghinaan dan pencemaran nama baik.
Pasal yang ambigu ini berpotensi menjadi alat kekuasaan untuk membungkam dan mengkriminalisasi jurnalis.
Sementara itu, PWI Malang Raya dalam rilisnya menyebutkan draf RUU Penyiaran tersebut sejatinya merupakan revisi dari UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. Pasal-pasal dalam RUU inisiatif DPR RI ini dianggap dapat membatasi kinerja jurnalis dan mengancam kebebasan pers.
BACA JUGA:Polda Jatim Amankan 7 Orang dalam Pesta Pil Ekstasi, Seorang Oknum ASN
Poin pertama, Pasal 42 ayat 2 menjadi salah satu titik perdebatan utama, yang menyatakan bahwa "penyelesaian sengketa jurnalistik akan diurusi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Ketua PWI Malang Raya Cahyono menegaskan hal tersebut tentu bertentangan dengan UU Pers 40 Tahun 1999 yang menetapkan Dewan Pers sebagai lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik.
Selain itu, Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) juga menjadi kontroversial, lantaran melarang penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi. Tak hanya itu, Pasal 50B ayat 2 huruf (k) yang mengatur larangan terhadap konten siaran yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik, juga dianggap mirip dengan "pasal karet" dalam UU ITE yang membatasi kebebasan pers.
BACA JUGA:Jumat Curhat, Kapolres Lamongan: Gagas Penanggulangan Hama Tikus Tanpa Korban Jiwa
Dalam pernyataan resmi, PWI Malang Raya menyoroti Pasal 51 huruf E yang termaktub dalam RUU tersebut. Pasal ini mengatur penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di pengadilan, yang dinilai juga tumpang tindih dengan UU Pers 1999.
PWI Malang Raya menekankan, pers nasional memiliki hak untuk mencari, mengolah gagasan, serta menyebarluaskan informasi sebagai sebuah karya jurnalistik yang berkualitas tanpa adanya pembatasan terlebih dalam melakukan pemberitaan bersifat investigatif.
PWI Malang Raya juga mengingatkan jika Pasal 42 disahkan, KPI akan memiliki kewenangan yang terlalu besar dalam menyelesaikan sengketa jurnalistik, yang seharusnya menjadi tugas Dewan Pers.
BACA JUGA:Wow! Gaji Lionel Messi Rp 2,3 Triliun, Tertinggi di Kompetisi MLS
Oleh karena itu, dalam upaya untuk mengamankan kebebasan pers, PWI Malang Raya meminta kepada DPRD Kota Malang untuk menyampaikan tuntutan ini kepada DPR RI, agar RUU Penyiaran dapat dibahas kembali secara terbuka bersama masyarakat pers dan organisasi pers. (*)
Sumber: