Doa dan Harapan untuk Kementerian Haji
--
Dalam kondisi pelayanan yang kurang maksimal tersebut, jemaah dituntut harus melakukan ibadah yang menguras tenaga. Akibatnya, kelemahan dalam layanan dasar ini bisa berakibat fatal. Indikatornya, jumlah jemaah haji yang wafat terus meningkat.
Di sisi lain, jemaah umrah yang dikelola travel juga sering menimbulkan masalah. Ada kasus penipuan umrah, kegagalan umrah dan penelantaran jemaah oleh oknum travel nakal yang hingga kini masih terjadi.
Data Kementerian Agama mencatat puluhan kasus setiap tahun, merugikan calon jemaah baik secara material maupun spiritual. Penertiban travel "nakal" ini selalu terkendala karena masyarakat memilih travel "bodong" asal murah.
Kementerian Baru
Lahirnya Kementerian Haji diharapkan bukan sekadar perubahan nama dan struktur, melainkan perubahan nyata dalam tata kelola. Masyarakat menunggu kehadiran pengurus baru yang bisa mengatasi berbagai problem haji.
Setidaknya ada 4 prioritas yang harus dilakukan oleh Kementerian Haji untuk menangani haji agar lebih baik, yaitu:
1. PROFESIONAL: Kemenhaj harus profesional dan transparan, sehingga dana haji yang kini mencapai lebih dari Rp 166 triliun benar-benar dikelola untuk meningkatkan kualitas layanan.
2. BELA JEMAAH: Kebijakan Kemenhaj harus membela dan berorientasi pada jemaah, bukan hanya sekadar administrasi, agar setiap perjalanan haji terasa aman, nyaman, dan manusiawi.
3. KERJASAMA: Kemenhaj harus bekerja sama erat dengan Pemerintah Arab Saudi, untuk memperjuangkan tambahan kuota dan kemudahan fasilitas bagi jemaah Indonesia yang jumlahnya terbesar di dunia.
4. DIGITALISASI: Kemenhaj harus segera membangun sistem digital yang akurat, agar calon jemaah bisa memantau antrean, biaya, hingga layanan dengan lebih transparan.
Suara Rakyat
Akhirnya, lahirnya Kementerian Haji adalah momentum untuk meneguhkan kembali semangat pelayanan. Sebab haji bukan sekadar perjalanan ibadah, melainkan juga perjalanan panjang penantian, doa, dan pengorbanan.
Rakyat hanya berharap sederhana: "Jangan biarkan haji menjadi ritual yang makin jauh dari jangkauan umat karena birokrasi, antrean, dan lemahnya pengelolaan".
Sumber:



