Tindak Lanjut Permohonan Pencopotan Perangkat Desa, Komisi A DPRD Jombang Gelar Hearing
Audiensi Komisi A DPRD Jombang terkait permohonan pencopotan perangkat Desa Pagerwojo.--
JOMBANG, MEMORANDUM.CO.ID - Merespons surat dari DPC Pemuda Marhaen serta Pemuda Desa Pagerwojo, Kecamatan Perak, Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jombang menggelar rapat dengar pendapat (hearing, red). Agenda pembahasan dalam hearing, yakni pengajuan pencopotan perangkat desa atas dasar dugaan penyelewengan.
Hadir dalam hearing tersebut, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Solahudin Hadi Sucipto, Bagian Hukum Pemkab Jombang, Camat Perak, serta Kepala Desa Pagerwojo.
BACA JUGA:Kebut Pembahasan Perubahan Perda PDRD, DPRD Jombang Gelar Paripurna

Mini Kidi--
"Agenda hari ini yakni tindak lanjut atas surat yang masuk ke kami, sehubungan pengajuan pencopotan perangkat desa Pagerwojo. Turut hadir dalam kegiatan hari ini, sejumlah instansi terkait," terang Totok Hadi Riswanto, Ketua Komisi A, DPRD Jombang, Selasa 19 Agustus 2025.
Dijelaskan olehnya, melalui pembahasan saat pelaksanaan hearing. Masing-masing pihak diberikan kesempatan untuk menyampaikan argumentasinya. Setelah diberikan paparan, pemohon audensi bisa menerima hasil rapat. "Berbicara terkait pencopotan perangkat desa, ada aturan yang mengikat terkait hal itu. Setelah kami berikan paparan, pemohon bisa mengerti hasil audensi," jelasnya.
Dikatakan oleh Ketua Komisi A, dugaan penyelewengan oknum perangkat desa meliputi penyalahgunaan jabatan serta selingkuh. "Dua poin ini, harus ada bukti konkret. Tentunya, sesuai yang telah diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana," katanya.
BACA JUGA:Perubahan Perda PDRD, Fraksi-Fraksi DPRD Jombang Berikan Masukan
Apabila hal tersebut tidak terpenuhi, secara otomatis permohonannya harus batal demi hukum. "Masalah pokok audensi hari ini, harus ada bukti-bukti fisik terkait dugaan penyelewengan oknum perangkat desa. Tentunya sebagaimana diatur oleh KUHP, kalau tidak permohonannya harus batal demi hukum," tandas Totok.
Masih di lokasi yang sama, anggota Komisi A DPRD Jombang, Kartiyono mengatakan jika pokok permasalahan yang diajukan oleh pemohon audiensi terjadi dalam kurun waktu 2021 - 2025. "Kurun waktu dugaan penyelewengan terjadi di tahun 2021 - 2025,dan sifatnya sebagai gambaran saja. Kami sampaikan tadi jika hal itu bersifat referensi, harus ada bukti pendukung," ujarnya.
Ditambahkan Politisi PKB itu, kalaupun ada tabiat yang tidak mencerminkan perilaku perangkat desa. Harus ada pembuktian konkret terkait hal itu, baik perihal penyalahgunaan wewenang maupun dugaan perselingkuhan. "Penyalahgunaan serta tabiat yang tidak mencerminkan perangkat desa, tentunya harus dibuktikan secara faktual terlebih dahulu," tambahnya.
BACA JUGA:Ajak Masyarakat Rayakan Kemerdekaan, Sekretariat DPRD Jombang Bagikan Bendera
Ditanya lebih jauh perihal sudah adanya surat peringatan (SP) 1, 2, serta 3. Ia menegaskan jika bahwa SP tidak berlaku untuk semua jenis pelanggaran. “SP 1, 2, dan 3 itu hanya untuk pelanggaran administratif atau ringan. Kalau pelanggaran berat, tidak perlu SP. Kepala desa bisa langsung mengusulkan pemberhentian asal disertai bukti kuat dan faktual,” ungkapnya.
Menurutnya, dalam kasus pelanggaran berat, justru akan menjadi keliru jika perangkat desa masih diberikan SP. “Kalau sudah pelanggaran berat, ya langsung proses saja. SP itu bukan patokan untuk semua kasus, saya contohkan apabila terlibat narkoba apakah harus terlebih dulu ada SP padahal itu bentuk pelanggaran berat,” pungkas Kartiyono.(war/wan)
Sumber:



