Optimalisasi Cukai Rokok untuk Tambahan PAD Jatim
Agus Wicaksono.--
SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Beban pembiayaan daerah terus meningkat, sementara porsi transfer dari pemerintah pusat cenderung stagnan. Bahkan menurun sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Bahwa pajak kendaraan bermotor (PKB) tidak lagi menjadi bagian total kewenangan provinsi.
Membuat para wakil rakyat bersama Pemprov Jatim bekerja keras meningkatkan potensi pendapatan asli daerah (PAD).
BACA JUGA:Sambut HAN 2025, Hikmah Bafaqih Dorong Anggaran dan Kebijakan Berpihak pada Anak

Mini Kidi--
Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur mendorong pemerintah provinsi untuk memperjuangkan optimalisasi penerimaan dari sektor cukai hasil tembakau. “Untuk tambahan PAD melalui optimalisasi penerimaan dari sektor cukai hasil tembakau,” kata anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim, Agus Wicaksono.
Selama ini, distribusi pendapatan dari sektor rokok, khususnya cukai sangat tidak proporsional. “Padahal, Jawa Timur merupakan kontributor terbesar penerimaan cukai hasil tembakau nasional,” tegas Agus Wicaksono.
Lanjut politisi PDIP Jatim ini, bahwa Jawa Timur menyumbang lebih dari 100 triliun untuk penerimaan cukai hasil tembakau secara nasional.
“Tetapi yang dikembalikan ke daerah dalam bentuk DBHCHT itu sangat kecil, bisa dibilang sangat timpang. Ini bukan hanya soal fiskal, tapi juga soal keadilan bagi daerah penghasil," ungkap dia.
Agus Wicaksono yang juga Wakil Ketua Komisi C DPRD Jawa Timur menjelaskan, sejak diberlakukannya UU No. 1 Tahun 2022. “Pajak kendaraan bermotor tidak lagi menjadi bagian total kewenangan provinsi,” tandasnya
Distribusi dana yang sebelumnya bisa digunakan untuk memperkuat PAD menjadi terbatas. Sesuai aturan baru, provinsi hanya menerima 36 persen, sementara 64 persen masuk ke kabupaten/kota. Hal ini membuat ruang fiskal provinsi menjadi semakin sempit.
Komisi C sebagai mintra kerja BUMD dan sejumlah OPD dan biro penghasil di pemerintah provinsi mendorong agar potensi yang ada bisa dimaksimalkan. “Termasuk mendorong Kementerian Keuangan agar formula distribusi DBHCHT direvisi, lebih adil untuk daerah penghasil seperti Jawa Timur,” lanjut Agus.
Data dari Bea Cukai mencatat bahwa penerimaan negara dari cukai hasil tembakau tahun 2024 mencapai lebih dari Rp220 triliun, dan lebih dari 60% di antaranya berasal dari pabrik-pabrik rokok di Jawa Timur, terutama dari kawasan Kediri, Malang, Pasuruan, Sidoarjo, dan Surabaya.
Sumber:



