Angka Perkawinan Anak di Gresik Masih Perlu Perhatian, KBPPPA Soroti Minimnya Pemahaman Dampak
Rapat koordinasi Satgas Sigap terkait pencegahan perkawinan anak di Kantor KBPPPA Gresik.--
GRESIK, MEMORANDUM.CO.ID - Perkawinan anak masih menjadi persoalan yang memerlukan perhatian serius di GRESIK. Meski menunjukkan tren penurunan dalam 3 tahun terakhir, angka pernikahan usia dini di Kota Pudak tahun ini masih tergolong tinggi.
Berdasarkan data Pengadilan Agama Gresik, terdapat 111 permohonan perkara dispensasi kawin hingga September 2025. Dari jumlah itu, 13 perkara ditolak, 1 dicabut, 86 dikabulkan, dan 11 perkara belum diputuskan.
BACA JUGA:Kurangi Perkawinan Anak dan Pastikan Tetap Sekolah, Ini Langkah Dinsos P3A Lumajang

Mini Kidi--
Angka itu mengalami penurunan dari 2 tahun sebelumnya. Pada tahun 2023, terdapat 201 perkara dispensasi kawin, dan turun menjadi 135 di tahun 2024. Meski turun kembali di tahun ini, jumlahnya dinilai masih cukup tinggi.
Kepala Dinas KBPPPA Gresik dr Titik Ernawati mengatakan, perkawinan anak memang masih menjadi tantangan bagi pemerintah daerah. Karenanya, pihaknya telah membentuk Satgas Sigap: Sinergi Gerak Cegah Perkawinan Anak.
BACA JUGA:Pemkot Surabaya dan PKK Kampanyekan Stop Perkawinan Anak di CFD Taman Bungkul
Satgas tersebut beranggotakan para ahli dari lintas sektor yang secara khusus menangani pencegahan perkawinan anak. Terdiri dari Dinas KBPPPA Gresik, hingga para akademisi yang memiliki perhatian terhadap isu anak.
“Perkawinan anak masih menjadi salah satu tantangan serius dalam pemenuhan hak-hak anak. Dampak negatifnya sangat luas, baik dari sisi kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, hingga potensi KDRT,” ujarnya, Rabu 15 Oktober 2025.
Meski berbagai upaya pencegahan telah dilakukan, tambahnya, praktik itu masih terus terjadi. Pihaknya pun terus memperkuat koordinasi lintas lembaga melalui Satgas Sigap.
BACA JUGA:Memprihatinkan! Angka Perkawinan Anak dan Kemiskinan Ekstrem di Jatim Masih Tinggi
Dalam rapat koordinasi Satgas Sigap yang digelar Selasa kemarin, langkah-langkah strategis terkait pencegahan perkawinan anak kembali diperkuat. Mulai dari tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten.
Titik menjelaskan, praktik perkawinan anak terjadi lantaran masih kurangnya pemahaman masyarakat terhadap dampaknya. Sekaligus disebabkan belum optimalnya koordinasi antar perangkat daerah dan stakeholder terkait.
“Fakta menunjukkan banyak perkawinan anak terjadi akibat minimnya pemahaman masyarakat terhadap risiko dan dampaknya. Diperlukan tindak lanjut dalam bentuk penguatan sinergi antar sektor dan pembagian peran,” tutupnya.(rez)
Sumber:



