Prostitusi Tidak Pernah Mati

Prostitusi Tidak Pernah Mati

--

BACA JUGA:Bank Sampah dan Ilusi Hijau, Sudahkah Kita Jujur Mengelola Limbah

Kondisi ekonomi dan budaya pamer di media sosial membuat jebakan ini terlihat wajar.

Lebih parah, sebagian remaja bahkan tidak merasa sedang dieksploitasi.

Di sinilah bahaya prostitusi online, karena bergerak dalam sunyi, tapi dampaknya keras.

Penanganan prostitusi digital sering hanya mengandalkan razia konvensional, sementara praktiknya terjadi di platform terenkripsi, aplikasi pesan, hingga grup tertutup.

Harus kita akui adalah prostitusi tidak hilang, namun berevolusi, dan evolusi ini membuat risiko semakin besar bagi kelompok rentan, terutama remaja dan perempuan di wilayah ekonomi lemah.

BACA JUGA:Pesta di Surabaya Membuka Luka Lama

Menutup lokalisasi tanpa menyiapkan ekosistem pengawasan digital sama dengan menyapu debu ke bawah karpet, masalahnya tetap ada, hanya tidak terlihat.

Jika pemerintah dan masyarakat terus menganggap prostitusi digital sebagai masalah yang tabu untuk dibahas, maka kita sedang membiarkan praktik itu tumbuh tanpa kontrol.

Langkah yang diperlukan bukan sekadar moralitas, tetapi keberanian untuk memperbarui regulasi, memperkuat perlindungan, dan memahami bagaimana industri digital bekerja.

Karena satu hal yang pasti jika internet tidak pernah tidur, dan selama kita hanya menutup mata, industri ini akan terus beroperasi tanpa hambatan.

Sumber: