Guru Lupa Peran, Sekolah Jadi Panggung Hiburan
Catatan Redaksi Eko Yudiono.--
Perlu digarisbawahi, tidak ada yang melarang guru atau kepala sekolah untuk mencari hiburan. Setiap orang berhak melepas penat.
Namun, tempat dan waktu jelas harus diperhatikan. Jika ingin berkaraoke, silakan dilakukan di rumah atau di tempat karaoke umum, tentu di luar jam kerja atau jam mengajar.
Membawa aktivitas hiburan ke ruang sekolah sama saja dengan merusak citra lembaga pendidikan itu sendiri.
Pendidikan bukan sekadar soal mengajar mata pelajaran, tetapi juga soal membangun keteladanan.
Seorang guru yang masuk kelas dengan sikap disiplin, profesional, dan bermartabat akan meninggalkan jejak moral yang jauh lebih kuat ketimbang sekadar materi pelajaran.
Sebaliknya, perilaku sembrono yang dilakukan di hadapan publik justru meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan.
Kasus karaoke di sekolah ini seharusnya menjadi peringatan keras.
Bukan hanya bagi guru dan kepala sekolah yang bersangkutan, melainkan juga bagi dunia pendidikan secara keseluruhan.
Penting untuk kembali menegaskan batas antara ruang privat dan ruang publik, antara ruang hiburan dan ruang pendidikan.
Ketika batas ini dilanggar, yang dipertaruhkan bukan hanya nama baik individu, melainkan martabat profesi guru itu sendiri.
Sudah saatnya semua pihak, baik guru, kepala sekolah, maupun pemangku kebijakan pendidikan menempatkan sekolah sebagai ruang suci yang harus dijaga.
Sekolah adalah tempat menanamkan ilmu, akhlak, dan disiplin, bukan ruang untuk melampiaskan penat dengan cara yang justru mempermalukan profesi.
Kita berharap peristiwa ini tidak terulang, dan menjadi momentum refleksi bersama.
Guru harus kembali menempatkan dirinya sebagai teladan, bukan sekadar pengajar. Hanya dengan cara itu, pendidikan akan benar-benar menjadi pilar peradaban dan harapan masa depan bangsa. Semoga. (*)
Sumber:



