Kasus korupsi dana jaring aspirasi masyarakat (jasmas) 2016 APBD Kota Surabaya oleh enam orang anggota dewan: Darmawan, Ratih Retnowati, Binti Rochmah, Dini Riyanti, Syaiful Aidy, dan Sugito, mulai terbukti.
Dalam persidangan, pekan lalu, majelis hakim yang diketuai Hisbullah Idris menjatuhkan hukuman penjara 1 tahun 8 bulan kepada Sugito, yang kini sudah berstatus mantan anggota DPRD Kota Surabaya.
Sejujurnya, putusan vonis hakim itu tidak mengagetkan masyarakat. Meski belum setimpal dengan kejahatan yang dilakukan terdakwa, hukuman terhadap koruptor seharusnya lebih berat dari kejahatan kasus-kasus lain.
Sugito pasrah menerima putusan itu. Politisi Partai Hanura asal daerah pemilihan (dapil) 1 Kota Surabaya ini tidak banding. Dengan menunjukkan sikap seperti itu, Sugito dinilai gentleman. Memberi arti bahwa dia memang bersalah melakukan penyelewengan uang negara. Sebagai pertanggungjawaban pribadi, dia langsung menjalani hukuman badan sesuai keputusan pengadilan.
Tentu sikap Sugito harus dicontoh terdakwa lain. Tak perlu berbelit-belit dan bersusah payah menyangkal tuduhan jaksa penuntut. Kalau memang melakukan penyelewengan, akui saja. Jaksa penuntut pasti memiliki dasar kuat ketika mengajukan tuntutan. Faktanya, jaksa sudah mampu membuktikan ada korupsi di kasus jasmas ini.
Kasus ini memiliki benang merah yang bisa ditarik terhadap seluruh kegiatan kedewanan di Kota Surabaya. Paling tidak, orang boleh berpikir masih banyak penyelewengan di DPRD Kota Surabaya, mengingat lembaga ini tercatat sebagai pengguna dana APBD yang besarannya lumayan menggiurkan.
Kenapa demikian? Jawabannya sederhana: lembaga yang mengawasi atau mengontrol jalannya pemerintahan tentu sangat dekat dengan godaan penyelewengan. Sangat dekat juga dengan godaan korupsi, gratifikasi, dan godaan lain yang mendera setiap anggota dewan.
Ada contoh kasusnya. Misal, kasus dana jasa pungut (japung), yang akhirnya menjebloskan Musyafak Rouf. Ini menjadi bukti kuat sangat dekatnya godaan buat anggota dewan.
Contoh lain, kasus bimbingan teknis (bimtek), beberapa waktu lalu. Meski hingga kini belum bisa dibuktikan, kasus itu tapi cukup relevan disebut godaan bagi anggota dewan Kota Surabaya kala itu.
Merujuk kasus-kasus itu, korupsi jasmas APBD 2016 bisa dijadikan pintu masuk bagi aparat penegak hukum untuk mencari dan membongkar kasus penyelewengan lain atau kasus dugaan korupsi lain yang ada di lembaga negara ini.
Pasti ada! Yakinlah pasti ada. Sebab, masih banyak kejanggalan penggunaan anggaran negara yang terjadi di lembaga ini.
Nah, kalau mau dijadikan salah satu contoh, tengoklah pengadaan majalah Aspirasi. Majalah yang diterbitkan sekretariat dewan Kota Surabaya sejak 2017 itu mengundang tanda tanya besar, mengingat muncul lonjakan penggunaan anggaran yang menggiurkan dari 900-an juta rupiah pada awal penerbitan (tahun anggaran 2017), meningkat menjadi 3 miliaran rupiah sejak tahun anggaran 2018 hingga tahun anggaran 2020 juga tetap sama, 3 miliaran rupiah.(*)