SURABAYA, MEMORANDUM - Puluhan warga RW 8 Citraland, Kelurahan/Kecamatan Sambikerep berkumpul di pintu masuk klaster Jalan Taman Puspa Raya, Senin pagi, 22 April 2024.
Di sana, warga melakukan aksi protes terhadap rencana pembangunan sekolah yang akan didirikan di ujung pintu masuk klaster.
“Aksi ini spontanitas dari warga karena mendengar akan diadakan sidang amdal sekolah oleh pemkot. Kami sangat menyesalkan karena pemkot tidak mau mendengar aspirasi warga RW 8 yang mayoritas menolak pembangunan sekolah tersebut,” kata Bambang, ketua RW 8 Sambikerep.
Bambang menjelaskan, warga menolak pembangunan sekolah tersebut karena dinilai keberadaannya akan membuat kawasan Taman Puspa Raya semakin macet. Terlebih, saat ini kondisinya sudah padat.
BACA JUGA:Kebakaran di Perumahan Elite Citraland, Lansia Sebatang Kara Tewas Terpanggang
“Apalagi pintu masuk klaster ini merupakan akses dari keempat cluster lainnya yaitu Taman Puspa Raya blok B, Grand Eastwood, Eastwood Regency, dan Buona Vista. Selain itu, Jalan Taman Puspa Raya merupakan akses utama untuk klaster lain di Citraland dan Citraland Utara,” terang Bambang.
Di sisi lain, warga mendengar bahwa sekolah tersebut akan dibangun setinggi 7 lantai dengan kapasitas sebanyak 800 siswa. Sedangkan lahan parkir yang disediakan di bawah 80 slot parkir.
Warga lantas khawatir ketika jam pulang sekolah, maka kendaraan penjemput siswa akan parkir sembarangan sehingga membuat kawasan tersebut semakin macet.
"Kami dengar rekom lalin sudah keluar dari dishub. Ini yang menjadi pertanyaan kami, apa yang menjadi dasar dari rekom tersebut? Apa dishub tidak bisa melihat kondisi di lapangan? Atau ada sesuatu?" kata Samuel, salah satu warga setempat.
BACA JUGA:Pembegal Payudara Wanita di Citraland Dibekuk
Pertanyaan juga banyak terlontar dari warga lain, termasuk sudah banyaknya sekolah di dalam perumahan Citraland. Misalnya, Andri yang juga warga RW 8. Dia mempertanyakan mengenai perhitungan dari dinas pendidikan sehingga diizinkan adanya pembangunan sekolah baru.
“Setahu kami untuk mendirikan sekolah ada aturan yang harus menghitung kebutuhan warga akan sekolah. Kita butuh penjelasan dari pemkot,” tandas Andri.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari warga, pihak sekolah tersebut tidak pernah melakukan sosisalisasi yang baik kepada seluruh warga dan cenderung eksklusif, sehingga membuat warga semakin berkeberatan atas berdirinya sekolah tersebut.
“Yang diundang hanya pengurus RT dan RW dan sifatnya bukan pendekatan. Mau jadi tamu di lokasi kami kan harusnya kulonuwun yang baik, apalagi ini institusi sekolah yang akan mengajarkan tata krama dan norma sosial ke anak didiknya,” tandas Jeffry warga lainnya.(bin)