Ramadan, Pedagang Bunga 7 Rupa Kian Mekar

Rabu 13-03-2024,15:47 WIB
Reporter : Alif Bintang
Editor : Fatkhul Aziz

SURABAYA, MEMORANDUM - Datangnya bulan suci Ramadan disambut penuh sukacita oleh seluruh umat muslim di Surabaya. Termasuk pedagang bunga 7 rupa di tempat permakaman umum (TPU). Pasalnya selama Ramadan, TPU lebih sering dikunjungi oleh peziarah.

Tradisi ini lantas menjadi momen yang paling dinantikan oleh para pedagang bunga 7 rupa. Mia, salah satunya. Pemilik usaha Mekar Jaya. Lapaknya berdiri tepat di pintu masuk TPU Rangkah, Jalan Kenjeran, Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Simokerto.

Saat ditemui Rabu sore, 13 Maret 2024, air wajahnya tampak merona. Meski ada guratan letih, namun dia sepenuhnya merasa bahagia. Hal itu dikarenakan ramainya lapak milik Mia. Dia bahkan hampir tidak bisa berhenti melayani peziarah yang hendak memborong bunga 7 rupa. Diakuinya, Ramadan tahun ini menjadi titik penjualan terbesar selama tiga tahun terakhir.

“Sehari bisa meraup omzet Rp 3 juta. Kalau tiga tahun sebelumnya sepi, malahan diobrak sama satpol PP. Kalau sekarang alhamdulillah dapat berjualan dengan lega,” kata Mia sembari memasang wajah berseri.

BACA JUGA:Jelang Ramadan, Pedagang Bunga Panen

Guna memaksimalkan penjualan, Mekar Jaya buka selama 24 jam. Bahkan Mia juga menerjunkan 10 pekerja dadakan plus lapak. Kemudian disebar di sepanjang TPU Rangkah. Selain itu, Mekar Jaya melayani pemesanan by WhatsApp. 

Dalam sehari, Mekar Jaya bisa menjual lebih dari 200 bungkus bunga 7 rupa. Perkantong plastik kresek ukuran sedang dihargai Rp 5000. Belum yang membeli borongan mulai Rp 30 ribu – Rp 100 ribu.

Tak hanya bunga 7 rupa, lapak Mekar Jaya juga menawarkan perlengkapan lain. Di antaranya dupa, kain kafan, tikar, hingga peralatan untuk mengubur ari-ari jabang bayi.

“Ada perbedaan harga. Kalau bulan-bulan biasanya Rp 10 ribu dapat tiga bungkus. Kalau selama bulan puasa Rp 5 ribu perbungkus,” bebernya.

BACA JUGA:Pedagang Bunga Pasar Kembang Menolak Direlokasi

Mia bercerita, usaha ini turun temurun dari keluarganya. Telah berdiri sejak lebih dari 10 tahun yang lalu. Mia generasi kedua, setelah ibunya tiada. Menurutnya, usaha tersebut lumayan menguntungkan. Karena itu pula kakak kandung Mia, Nur Hayati, banting stir ikut berjualan serupa.

“Kakak saya juga berjualan ini. Sebelumnya dia jualan sayur di pasar, tapi kurang menguntungkan. Sekarang lebih tenteram setelah ikut berjualan kembang orang mati,” katanya.

Mia menuturkan, puncak penjualan bunga 7 rupa berada pada saat malam megengan. Selanjutnya malam lailaitul qadar. Dan terakhir menjelang Hari Raya Idulfitri.

Kendati terlihat sukses, namun warga Kapas Lor ini menyebut jadi pedagang bunga tak sepenuhnya berjalan lancar. Ada kalanya merugi. Terutama saat musim hujan.

“Kalau hujan kehujanan, terus kembang banyak yang rusak. Tapi kita terus berusaha agar kembang kita ini tetap segar dan bagus supaya pelanggan tidak kecewa," tuntas Mia. (bin)

Kategori :