MALANG, MEMORANDUM-Karena mangkir dua kali dari pemanggilan yang dilayangkan, akhirnya Satreskrim Polres Malang menetapkan Edi (sate) Mahmud (52) sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 15 Januari 2024. Ini diungkapkan oleh Aiptu Erleha BR Maha, Panit UPPA Satreskrim Polres Malang pada Jumat 2 Pebruari 2024.
Edi Sate, pria paruh baya warga Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang ini setiap harinya berjualan sate. Ditetapkan sebagai buronan usai ditetapkan sebagai tersangka oleh Satreskrim Polres Malang atas perkara pencabulan anak di bawah umur yang masih tetangganya.
“Tersangka kami tetapkan sebagai DPO karena telah dua kali tidak datang memenuhi panggilan Polres Malang,” terang Aiptu Erleha.
BACA JUGA:Pj Wali Kota Wahyu Optimis Kota Malang Jadi Start Up City
Bahkan informasi terkait ditetapkannya Edi Sate sebagai DPO, juga beredar di sebuah pesan WhatsApp yang berisi foto dan nama Edi. Pesan tersebut bertuliskan Edi masuk sebagai daftar pencarian orang (DPO) yang tengah diburu oleh polisi. “Penyelidikan dilakukan setelah menerima laporan dari ayah korban, pada 4 Desember 2023 lalu,” kata Erleha.
BACA JUGA:Kampaye Akbar di Malang, Menangkan Prabowo Gibran Satu Putaran
Laporan ayah korban, lanjut Erleha, bahwa anaknya yang berinisial AUP (14) telah menjadi korban persetubuhan berulangkali yang dilakukan tetangganya. Begitu menerima laporan pihak Satreskrim langsung melakukan penyelidikan, hingga memanggil Edi Sate ke Polres untuk dimintai keterangan.
Namun Edi dua kali mangkir dari panggilan polisi, bahkan ketika dicek ke rumahnya dia tidak berada ditempat. Atas ketidak-hadiran tersangka dalam proses pemeriksaan saksi, akhirnya pihak penyidik menaikkan kasus tersebut ke tahap penyidikan.
“Saat kami cek ke rumahnya memang dalam kondisi kosong, bahkan saat dipertanyakan pada keluarganya. Bahwa kakaknya tidak di tempat dan tidak tahu keberadaannya,” imbuh Erleha.
Erleha menambahkan peningkatan status tersangka Edi karena diperkuat dengan dua alat bukti, termasuk keterangan saksi dari korban, keluarga, perangkat desa, warga, dan bukti visum. Hingga akhirnya penyidik menaikkan ke gelar perkara dan penetapan tersangka pada 4 Januari 2024.
Setelah penetapan sebagai tersangka pada tanggal 4 Januari 2024, dilanjutkan dengan diterbitkan penangkapan, namun tersangka tidak berada di rumah, akhirnya terbitlah pernyataan sebagai DPO pada 15 Januari 2024.
Saat dipertanyakan bagaimana kondiai korban saat ini, pihak UPPA mengungkapkan, terkait kondisi korban sudah mendapatkan trauma healing dari pendamping psikolog dan telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Malang.
Kondisi trauma pada korban tidak begitu terlihat, pasalnya korban memiliki gangguan mental. Berdasarkan penuturan keluarga, korban mengidap gangguan mental usai kecelakaan. Sampai saat ini, korban juga rutin mengkonsumsi obat dan kontrol ke puskesmas rujukan dari rumah sakit jiwa.
“Jadi kalau dilihat dari kasat mata ya dia biasa aja. Apalagi kalau dia bermain HP ya biasa aja gak kelihatan trauma. Cuma yang bisa menjelaskan itu psikolog,” kata Erleha. (kid)