SURABAYA, MEMORANDUM-Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdus Salam, menanggapi penampilan ketiga calon presiden (capres) dalam debat yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Selasa malam, 13 Desember 2023.
Menurut Surokim, debat putaran pertama itu bila diibaratkan pertandingan bola, maka Anies Baswedan merupakan striker, Prabowo Subianto seorang defender, dan Ganjar Pranowo berposisi sebagai playmaker.
"Secara umum jika dilihat debat tersebut, maka kalau diibaratkan pertandingan bola, Mas Anies itu striker, Pak Prabowo defender, dan Pak Ganjar playmaker," ucap Surokim dihubungi, Rabu, 13 Desember 2023.
BACA JUGA:Antisipasi Cukong Politik, Zaelani Gagas Ide Negara Biayai Dana Kampanye Capres-Cawapres
Surokim menjelaskan, debat yang mengangkat tema 'Hukum, HAM, Pemerintahan, Pemberantasan Korupsi, dan Penguatan Demokrasi' tersebut secara emosi dan materi substansi diakuinya Ganjar Pranowo lebih diuntungkan.
BACA JUGA:Selain Dituntut 5 Tahun dan 3 Bulan, Hak Politik Mantan Bupati Sidoarjo Dicabut
Sebab, kata Surokim, sosok Ganjar dapat memainkan peran untuk membuat Anies dan Prabowo vis a vis dan bertengkar ide hingga menyerang satu sama lain.
"Ya, memang Mas Anies secara argumentatif lebih bagus, tapi yang jadi titik lemahnya adalah argumentasinya dipakai untuk menyerang dan mematahkan lawan," kata Surokim.
"Padahal dalam konteks masyarakat Indonesia yang high context, umumnya masyarakat tidak senang dengan model menyerang atau strike begitu. Jika performance tersebut yang dikembangkan, maka akan dianggap show force atau tampak sombong," sambungnya.
Sedangkan penampilan Prabowo, menurut Surokim seharusnya lebih tenang lagi dan tidak mudah terpancing emosi supaya tidak blunder. "Semestinya fokus saja mengembangkan impresi dan simpati. Pak Prabowo jadinya terlihat kurang santai," tandasnya.
Sementara penampilan Ganjar Pranowo secara umum, argumen mantan Gubernur Jawa Tengah itu disebut tidak selihai Anies dalam hal beretorika. Akan tetapi secara isi atau materi lebih masuk akal.
"Dalam catatan saya, argumennya (Ganjar) sebenarnya lebih simpel dan sederhana, tapi masih terjebak juga untuk menyerang. Saya pikir itu perlu dikurangi juga. Jangan strike langsung menyalahkan dan menyerang. Sebab pemilih kita sekali lagi tidak menyukai model semacam itu," beber peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC) ini.
Surokim memaparkan, argumentatif tidak harus mematahkan lawan. Sebab bagaimanapun debat capres dan cawapres hanya sekadar pangung impresi dan cari atensi serta simpati. Bukan untuk menang kalah. Juga bukan lomba retorika dan pidato.
"Debat itu kan panggung ekspresi ya, respons publik bisa berbeda-beda. Bagi yang sudah punya pilihan, maka itu hanya akan jadi penguat saja. Bagi yang belum menentukan bisa menjadi tambahan referensi. Dan seperti biasanya, sebagai sebuah panggung impresi, maka yang punya bakat retorika lebih baik biasanya lebih diuntungkan," jelas Surokim.
Kendati demikian, karena debat juga bersesi-sesi, maka dinilai Surokim tidak akan ada kandidat yang perfect dan bisa hebat mengimpresi di semua tema.