SURABAYA, MEMORANDUM - Komunitas Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) melaporkan bahwa sampah masih sering ditemukan di aliran sungai maupun saluran irigasi. Terutama sampah plastik yang paling mendominasi.
Koordinator Program dan Litigasi BRUIN Muhammad Kholid Basyaiban SH mengatakan, diperlukan upaya keras dari Pemkot Surabaya untuk mengimplementasikan amanat dalam UU pengelolaan sampah serta perwali.
Salah satunya yakni, dengan membatasi aktifitas penggunaan plastik sekali pakai di toko-toko, pasar tradisional, supermarket, dan kawasan permukiman padat penduduk,
“Fenomena tumpukan sampah di beberapa sungai di Surabaya menjadi gambaran betapa buruknya tata kelola sampah. Karena itu, dibutuhkan upaya keras dari Pemkot Surabaya untuk mengimplementasikan amanat undang-undang dan perwali,” kata Kholid, Kamis, 7 Desember 2023.
BACA JUGA:Sensus Sampah Plastik di Sungai Pogot Surabaya, BRUIN: 77% Didominasi Sachet
Kendati telah ada aturan namun masalah sampah masih menjadi pekerjaan rumah (PR) yang sulit ditangani. Atas hal tersebut, BRUIN menilai Perwali Surabaya Nomor 16 Tahun 2022 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik kurang efektif.
Berangkat dari sini, pihaknya mendorong agar ada optimalisasi perwali serta komitmen pemkot itu sendiri. Sebab meski ada perwali namun belum mampu membendung masifnya penggunaan plastik sekali pakai di Surabaya.
“Kami meminta kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya untuk menyediakan layanan dan fasilitas sampah. Hal ini supaya warga tak lagi membuang sampah ke saluran irigasi maupun sungai, terutama layanan dan fasilitas sampah di pemukiman padat penduduk,” paparnya.
Selain itu, BRUIN juga mendorong Pemkot Surabaya untuk mensosialisasikan penanganan sampah di kawasan hulu dengan mewajibkan warganya untuk memilah sampah dari sumber, melakukan pengomposan, dan mendukung gaya hidup guna ulang.
BACA JUGA:Sampah Plastik Jadi Masalah Serius Surabaya, Optimalkan Perwali
“Kami juga minta Pemkot Surabaya untuk memaksimalkan implementasi perwali pembatasan plastik sekali pakai (kresek) dengan memperluas batasan yang menyasar pasar tradisional dan permukiman padat penduduk termasuk toko klontong pinggir jalan,” bebernya.
Di samping itu, lanjut Kholid, tanggung jawab juga terletak pada produsen yang sampahnya tercecer di lingkungan.
Menurutnya, produsen yang sampah packaging-nya ditemukan di sungai wajib bertanggung jawab untuk mengelola sampahnya.
“Dalam pasal 15 dan 16 Undang-Undang 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah dijelaskan bahwa setiap produsen yang menghasilkan sampah packaging atau bungkus yang tidak bisa diolah secara alami, maka harus ikut mengolah agar tidak menimbulkan polusi lingkungan melalui upaya EPR-nya,” jelas Kholid.
BACA JUGA:Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat Bisa Melalui 3 Pendekatan