SIDOARJO, MEMORANDUM-Dugaan kasus tindak pidana korupsi di Perumda PDAM Delta Tirta Sidoarjo, yang saat ini masih dalam proses penyidikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo, terus menjadi perbincangan. Sebelumnya, Kejari Sidoarjo pada Selasa kemarin sempat menyita barang bukti berupa uang tunai senilai 1,8 miliar rupiah.
Uang tersebut disita dari kasus dugaan tindak pidana korupsi pasang baru (pasba) oleh PDAM Delta Tirta yang bermula dari adanya perjanjian kerja sama, antara PDAM Delta Tirta Sidoarjo dengan Koperasai Pegawai Republik Indonesia (KPRI), untuk pekerjaan pengadaan pasba sambungan langganan tahun 2012-2015.
BACA JUGA:Liga Champions Kamis Dinihari 30 November 2023, Madrid Manjaga Rekor Tak Terkalahkan
Dalam perjanjian tersebut, disebutkan bahwa pihak kedua, yaitu KPRI Delta Tirta Sidoarjo, melaksanakan pekerjaan sambungan langganan setelah menerima pemberitahuan lewat program CORE (Computerized Registation) atau program lainnya atau lewat data elektronik yang tersedia dan dapat digunakan sebagai dasar/acuan pemasangan sambungan langganan atau sebagai Surat Perintah Kerja (SPK).
BACA JUGA:1.480 URC Diterjunkan Antisipasi Banjir Surabaya, Sampah Jadi Problem
Menurut kuasa hukum pengurus KPRI, Nizar Fikri, dalam perkara ini tidak boleh dipotong di tengah begitu saja. Yang berkaitan antara pihak PDAM Delta Tirta dengan pihak KPRI yang saat itu ada kelebihan dana. Namun di sisi lain, pihak PDAM juga memiliki hutang piutang kepada pihak KPRI. Dimana saat itu pihak KPRI yang telah mengerjakan proyek pasba kepada pelanggan, masih memiliki tagiahan hutang dari PDAM yang belum dibayarkan. Dan pada saat itu ada anjuran dari inspektorat, agar PDAM Delta Tirta segera melakukan penagihan hutang atas Pasba tersebut.
"PDAM memiliki hutang kepada KPRI, dan KPRI juga memiliki hak tagih kepada PDAM itu tidak boleh dipisah. Kalau jumlahnya setelah kami kalkulasi itu sekitar 5 Miliar, sedangkan PDAM memiliki hak tagih kepada KPRI itu senilai 4 miliar lebih," ujar Nizar Fikri, Rabu (29/11).
Ia mengatakan, perkara ini bisa diselesaikan dengan cara duduk bersama. Ia meyakini bisa selesai secara gamblang antara pihak KPRI dengan pihak PDAM jika sama - sama mempertemukan hutang piutangnya. Bahkan kata dia, jika dikalkulasi, ada kemungkinan pihak PDAM masih mempunyai sisa hutang dari KPRI, atau pihak koperasi memiliki hak tagih kepada PDAM.
"Kami justru mempertanyakan karena kalau tidak salah, di laporan keuangan PDAM sejak tahun 2016 sampai 2021 itu mencatat piutang KPRI ke PDAM, namun di tahun 2022 hutang PDAM ke KPRI tiba - tiba hilang begitu saja," urainya.
Pihak KPRI pun mempertanyakan, landasan dan dasar apa yang digunakan oleh pihak PDAM, yang tiba - tiba menghapus hutang tersebut di tahun 2022 menjadi tidak ada. Padahal sejak 2016 hingga 2021 pihak PDAM konsisten mencatat keuangan piutang tersebut.(met/jok)