Foto: Vike Widya
Sidoarjo, Memorandum.co.id-Ditangkapnya Bupati Sidoarjo Saiful Ilah oleh KPK berimbas pada tertundanya pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) dan Raperda Kearsipan.
Ketua DPRD Sidoarjo Usman menyatakan, menunda pengesahan kedua raperda tersebut menjadi perda sampai batas waktu yang tidak ditentukan. “Kita tunggu hasil konsultasi dan koordinasi dengan Pemprop Jatim,” ujarnya kala menutup sidang paripurna di gedung DPRD Sidoarjo, Rabu (08/01) kemarin.
Anggota Pansus Perda Pilkades DPRD Sidoarjo Vike Widya mengatakan, penundaan ini terpaksa dilakukan karena aturannya memang hanya bupati saja yang berhak mewakili jajaran eksekutif dalam proses pengesahan raperda.
“Ini kan memang kejadian yang tidak diduga-duga. Jadi ya kita terpaksa harus menerimanya. Yang jelas peristiwa ini membuat kerja pansus bertambah banyak karena kita harus konsultasi lagi dengan pemprop,” ujarnya.
Sesuai regulasi, para anggota pansus yang berasal dari berbagai fraksi di DPRD Sidoarjo akan kembali duduk semeja untuk membahas langkah-langkah yang bakal dilakukan. Terutama, terkait jadwal konsultasi tersebut.
Menurutnya, langkah ini terbilang mendesak mengingat jadwal pelaksanaan Pilkades serentak di kota delta sudah semakin dekat. “Sesuai agenda, pendaftaran calon kepala desa sudah harus dibuka mulai 22 hingga 29 Januari,” jelas politisi PKS itu.
Dan raperda tersebut memuat aturan baru yang cukup krusial. Yaitu terkait perubahan batasan umur dan juga domisili calon kades. Dalam perda sebelumnya, usia calon kades dipatok maksimal 63 tahun dan harus bertempat tinggal di desa tempatnya mencalonkan diri.
“Kalau dalam raperda baru itu, batasan usia tersebut dihilangkan dan calon Kades juga tidak harus berdomisili di desa setempat. Tertundanya pengesahan raperda ini yang kami khawatirkan akan menimbulkan keresahan di masyarakat,” imbuh warga desa Kebonagung Sukodono itu.
Pasalnya jika raperda itu benar-benar belum bisa disahkan sebelum tenggat waktu tersebut, berarti pelaksanaan pilkades serentak di 75 desa di Kabupaten Sidoarjo harus menggunakan perda sebelumnya sebagai landasan hukum positif.
“Kasihan pada calon kades yang sudah terlanjur mempersiapkan diri karena bergantung aturan baru itu. Tentu hak politiknya sebagai warga negara tidak bisa diakomidir ,” imbuh Vike.
Di sisi lain, Wakil Bupati Sidoarjo Nur Achmad Syaifuddin yang ditemui seusai rapat paripurna, mengaku optimis masalah itu bisa diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama.
“Ini bukan masalah baru. Di daerah lain juga pernah terjadi seperti ini, jadi tinggal mengambil jurisprudensinya saja. Toh ini hanya masalah pelimpahan kewenangan dari Bupati ke Wakil Bupati saja,” ujarnya singkat.(lud/jok/udi)