MALANG, MEMORANDUM-Merespon persoalan lingkungan dan pangan, para pakar bidang tata kelola irigasi air dan ketahanan pangan nasional, turun gunung, Kamis, 19 Oktober 2023. Mereka antusias mengungkap data-data penting yang mengejutkan terkait dengan penanganan krisis iklim, krisis air, dan krisis pangan.
Data tersebut diungkap dalam paparan data yang dipresentasikan oleh para narasumber dalam workshop bertema “Tata Kelola Irigasi bagi Penguatan Ketahanan Nasional”, di Lt 7 Gedung C FISIP Universitas Brawijaya (UB).
Pakar yang andil dalam paparan data, diantaranya Sekjen Kementerian PUPR RI Ir Mohammad Zainal Fatah yang juga Ketua IKA UB, Direktur Sumberdaya Air Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI Ewin Sopian Winata ST MEM.
BACA JUGA:Forum ICCN, Pj Wali Kota Malang Komitmen Perkuat Ekraf
Data juga disampaikan oleh Deputi II Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi Badan Pangan Nsional Kementerian Pertanain RI Dr Drs Nyoto Suignyo MM dan Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas RI Jarot Indarto ST MT MSc PhD.
BACA JUGA:Wow! Pasutri Surabaya Kompak Gagalkan Aksi Curanmor, Kok Bisa? Seperti Apa Kisah Heroik Mereka?
Diskusi semakin hangat dengan hadirnya dua mantan Rektor UB, Prof Dr Ir Yogi Sugito dan Prof Dr Ir Moh Bisri MSi. Selain itu, guru besar Sosiologi Prof Sanggar Kanto MSi bersemagat membongkar persoalan krisis iklim, krisis air dan krisis pangan.
Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas RI Jarot Indarto menyampaikan berdasarkan indeks kerawanan pangan nasional, Jawa Timur tergolong tinggi, tingkat kerawanan pangannya mencapai 13,24 persen.
“Produktivitas lahan di Jatim juga rendah. Lebih besar konsumsi daripada produksinya, yaitu mencapai 89,54 persen. Kita harus segera bekerjasama untuk mengatasi kerawasan pangan di Jatim, teman-teman FISIP dan SDGs UB harus tampil di depan mengatasi masalah ini,” tegasnya.
Jarot menawarkan beberapa model mengatasi kerawanan pangan, antara lain menggunakan strategi regionalisasi sistem pangan. Melakukan transformasi tata Kelola irigasi, melakukan reformasi subsidi pupuk, dan membuat satu data pangan nasional. Kedepan subsidi pupuk menjadi prioritas bagi Gapoktan, bukan untuk korporasi.
Sementara itu, Prof Bisri, mantan Rektor UB meminta peserta fokus memecahkan masalah irigasi dan krisis pangan di wilayah hilir. “Irigasi di wilayah hulu, tidak ada masalah. Di wilayah tengah, juga tidak ada masalah. Akar masalahnya justru di hilir. Saya minta kita semua fokus memecahkan masalah di hilir,” harapnya.
Akar masalah di hilir, menurut Prof Bisri antara lain terkait dengan macetnya pelembagaan himpunan petani pengguna air. Pengurus HIPPA perlu disegarkan karena mereka bertahun-tahun tidak mau diganti. “Teman-teman di Sosiologi, perlu membuat desain penyelesaian masalah ini,” sarannya.
Menanggapi Prof Bisri, Prof Sanggar Kanto memberikan penekanan pada tiga poin. Prof Sanggar wanti-wanti jangan terjadi lagi alih fungsi lahan produktif untuk kepentingan non pertanian seperti yang diperingatkan oleh Sekjen Kementerian PUPR Ir Zainal Mohammad Zainal Fatah terkait rent seeker yang mengakibatkan alih fungsi lahan pertanian marak di desa-desa. “Untuk itu, saya minta agar modal sosial diperkuat. Misalnya, HIPPA perlu diperkuat melalui bounding, bridging, dan linking,” ujarnya.
Terkait himbauan ini para kades yang hadir siap mendukung. Diantaranya, Kades Kedungrejo Kec Pakis Kab Malang Betri Indriati, Kades Sumberdem Kec Wonosari Purwati, dan Kades Sukodono Kec Dampit Suharto.
Para kades ini sepakat menjaga wilayahnya supaya tidak terjadi lagi alih fungsi lahan irigasi teknis. “Supaya ketahanan pangan berkelanjutan, maka harus ada komitmen terhadap ketahanan pangan,” sambung Prof Sanggar.