SURABAYA, MEMORANDUM - Kandungan mikro polutan yang masuk sungai di Surabaya sangat tinggi berasal dari limbah rumah tangga.
Hal itu yang kemudian menyebabkan sungai berbusa karena kandungan surfaktan menurunkan tegangan pada permukaan air.
Direktur Yayasan Ecoton, Prigi Arisandi mengatakan, buih atau busa yang timbul di sungai karena penyebab adanya zat yang di dalamnya terdapat kandungan fospat. Zat tersebut bisa berasal dari deterjen.
"Kemunculan busa itu karena tingginya kadar fosfat dalam air limbah detergen. Fospat itu berasal dari bahan bakunya detergen, sabun, dan bahan sejenisnya, " kata Prigi diwawancarai Memorandum.
Selain berbusa kondisi air juga keruh, aktivis lingkungan di Surabaya ini menyebut kondisi itu terjadi karena beberapa faktor.
"Air keruh bisa disebabkan debit airnya rendah, itu bisa menjadikan sungai menjadi pekat," jelasnya.
Prigi menambahkan, fenomena sungi berbusa itu berasal dari limbah rumah tangga. Seperti detergen bekas mencuci baju, mandi, dan sejenisnya. Bisa tersebut muncul karena terjadinya turbulensi atau pengadukan dari proses pemompaan.
"Kemudian ditambah dengan pompa air, pompa air kan ada semacam air asin, saat proses pengadukan dari pemompaan keluar bisa berarti dugaan kemungkinan besarnya mengandung fospat, " imbuhnya.
Upaya untuk mencegah dan mengantisipasi hal tersebut. Pihaknya mendorong Pemkot agar membangun IPAL (instalasi pengolahan air limbah) komunal di tiap tiap RW. Tujuannya untuk mengendalikan polutan yang ada di rumah tangga maupun usaha rumahan atau UMKM.
"Kita ini kan belum punya IPAL komunal kan, di rumah rumah yang kemudian mengolah limbah dari dapur, kamar mandi, itu kan belum ada. Ya efeknya akan seperti ini, biasanya sering ditemui ketika saat musim kemarau. Sehingga IPAL ini sangat diperlukan untuk mengatur polutan yang masuk ke sungai, " paparnya.
Antisiapsinya Pemkot Surabaya harus membangun IPAL komunal.
"Jadi satu RW, satu IPAL komunal. Langkah kerjanya IPAL Komunal itu, limbah rumah tangga sebelum di buang selokan selokan harus ada pengolahan, " ujarnya.
IPAL komunal ini contohnya sudah diterapkan di kampung sekitar Pasar Turi, di Gunung Sari juga sudah ada. "Tapi jumlahnya tidak mencukupi. Masih kurang, " terangnya.
Kalau memang IPAL komunal berat untuk diterapkan, pencegahannya warga harus mengurangi penggunaan detergen berlebihan. Ia menyebut, upaya yang paling efektif adalah mengendalikan dari sumbernya, yakni rumah tangga. Sehingga pengendaliannya dibutuhkan sinergi antara pemangku wilayah.
"Atau bisa menggunakan sabun atau sampo yang tidak mengandung banyak detergen atau mengandung banyak sintetis. Tapi memang sabunnya mahal itu harganya, tapi penggunaan nya ramah lingkungan," imbuhnya.