Yuli Setyo Budi, Surabaya Ningsih nyaris pingsan mendengar itu. Setelah berpamitan sekadarnya, Dia balik badan dan pulang. Harapannya pupus. Bayi dalam gendongan hasil cintanya vs Toni dia dekap erat. Dalam perjalanan pulang, Ningsih bersumpah demi bayi yang dia beri nama Maria itu, dia tidak akan menikah dengan lelaki mana pun. Sebab, satu-satunya lelaki yang dia cintai ternyata sudah menjadi milik perempuan lain. Ningsih bertekad menjadi single parent untuk Maria. Bertahun-tahun hal itu dia jalani tanpa menggantungkan belas kasihan orang lain. Termasuk kepada orang tuanya sendiri, yang selalu mendorong Maria melupakan Toni dan mencarikan ayah baru buat Maria. Ningsih bergeming. Tak menghiraukan suara-suara miring yang masuk telinganya. Tujuannya hanya satu: menjadikan Maria sosok yang mandiri dan sukses. Dunia akhirat. Kini, setelah Maria dewasa dan bersiap menikah, dia membutuhkan seorang wali. Dan, Toni adalah ayah kandung Maria yang paling berhak menjadi wali. “Itulah sebabnya kami mencari Mas Toni, ayah Maria,” tutur Ningsih di depan Toni dan Rina. Pandangannya menyapu mata Toni dan Rina secara bergiliran. Semua terdiam mendengar pengakuan itu. Mereka terbawa arah pikiran masing-masing. Maria yang duduk di samping ibunya tak mampu menahan tangis. Buliran air mata meluruh di pipinya. Toni melihat itu. Tapi, dia tak tahu harus berbuat apa. Tangannya tiba-tiba terulur mengambil tisu di meja dan menyerahkannya kepada Maria. Tanpa disangka, Naria bukannya mengambil tisu dari tangan Toni, melainkan berdiri dan menubruk tubuh lelaki tersebut. “Ayah…,” ucapnya lirih. Tak ada yang bisa dilakukan Toni selain merangkul Maria dan mendekapnya erat-erat. “Anakku,” tuturnya lirih di dekat telinga kiri Maria. Ningsih tak mampu bicara. Juga Rina. Mereka berpandangan. Bicara dengan bahasa mata. Entah apa yang mereka bicarakan, yang jelas setelah itu Rina dan Toni memaksa Ningsih dan Maria menginap. Banyak yang mereka perbincangkan setelah makan malam. Eloknya, mereka sama sekali tidak ada yang menyinggung masa lalu dan menerima kenyataan yang ada sekarang. Intinya, Ningsih hanya minta tolong Toni untuk menjadi wali nikah Maria, dua bulan mendatang. Dia tidak akan mengganggu rumah tangga Toni dan Rina yang sudah terjalin sekian lama. Itulah inti pembicaraan malam itu. “Rina yang kukira marah, ternyata malah memberikan tanggapan positif. Dia memahami masalah ini setelah mendengar ceritaku,” kata Toni dalam perbincangan santai beberapa jemaah setelah mengikuti taklim di sebuah masjid kawasan Karangpilang. Kejutan lebih besar didengar Toni keesokan harinya, saat sarapan bersama. Saat itu Rina menyatakan siap menganggap Maria sebagai anaknya sendiri. Bahkan bila diperkenankan Toni dan Ningsih, dia siap menerima, bukan hanya menganggap. Kejutan lebih besar menyusul kemudian. Yaitu, Rina menyatakan juga bersedia menerima andai Ningsih berniat meminta tanggung jawab Toni sebagai ayah kandung Maria. “Artinya, aku mengizinkan Mas Toni untuk menikahi Mbak Ningsih,” kata Rina disertai senyum ikhlas. “Asal Mbak Ningsih tidak memonopoli Mas Toni,” lanjutnya bercanda. (habis)
Khawatir Didamprat Istri, Dapat Dua Berkah dalam Semalam
Kamis 24-01-2019,10:38 WIB
Editor : Agus Supriyadi
Kategori :