Buah Kawin Lari tanpa Restu Orang Tua (2)

Sabtu 24-06-2023,10:00 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Piring terbang, sepatu terbang, hingga kursi terbang menjadi pemandangan yang biasa di rumah sederhana mereka. Staf HRD perusahaan rokok di Surabaya ini bahkan mulai tega menyakiti fisik istri. Kekerasan dalam rumah tangga (KdRT) yang dilakukan Gama bahkan sempat sampai ke meja pengurus RT-RW. “Untung ae waktu iku gak tak lapurno pulisi (untung saja waktu itu tidak saya laporkan ke polisi),” kata Darsih. Yang membuat Darsih tak bisa membendung amarah adalah kenyataan bahwa Gama tak hanya suka bermain kasar kepadanya, melainkan juga kepada anak mereka. Bocah yang belum genap berusia setahun itu sering dibentak-bentak dan dijundu (kepalanya didorong dengan keras). Walau perilaku Gama sangat menyakitkan, Darsih mencoba memendam soal itu sendiri. Dia malu mengadu kepada orang tuanya karena sejak awal mereka tidak menyetujui hubungan Darsih vs Gama. Pemuda lontang-lantung tanpa pekerjaan yang jelas ini tidak jelas asal-usulnya dan sering membuat onar kampung mereka. “Arek gak jelas kok arep dirabi. Opo gak wedi bakal urip mlarat sak lawwase,” tutur Darsih menirupak ucapan ayahnya beberapa tahun lalu. Darsih sering berpikir, “Benarkah ketidakbahagiaan keluargaku karena perkawinan kami tidak direstui orang tua?” Sebab, faktanya, sepanjang usia perkawinannya dengan Gama yang hampir lima tahun, sepanjang itu pula penderitaan yang dia rasakan. Darsih hanya merasakan tujuh atau delapan bulan mereguk manisnya perkawinan. Selebihnya adalah penderitaan yang tak bertepi. Dan, penderitaan itu jadi berlipat ketika pada suatu pagi buta Darsih melihat Gama dibekuk polisi di pojok kampung karena terlibat judi kartu di sebuah hajatan warga. Gama sempat ditahan beberapa hari, namun dapat dinego dan dikeluarkan orang tuanya yang perangkat desa. Keluarga harus menebus dengan uang beberapa juta. “Berapa pastinya aku gak tahu,” kata Darsih. Peristiwa kedua lebih menyakitkan. Darsih memergoki Dama menggonceng wanita cantik sepulang dari pasar . Ceritanya, seperti biasa Gama malam itu tidak pulang. Hari itu pagi-pagi sekali dia pergi ke pasar agar dia dan anak semata wayangnya tidak sampai kelaparan. Dengan uang seadanya Darsih ke pasar. Sebelum sampai di tempat yang dituju, baru sampai di ujung gang kampung, dia melihat pemandangan yang tidak seharusnya dia lihat. Yaitu, Gama membonceng seorang perempuan menor. Mereka berpapasan. Darsih berhenti. Demikian juga Gama yang naik motor dan membonceng perempuan.“Siapa dia?” tanya Darsih waktu itu. Tanpa emosi. Tidak seperti biasa yang selalu meledak-ledak, pagi itu Darsih menanggapi pemandangan di depan matanya dengan dingin. Bisa jadi kejadian seperti itu sudah diyakini bakal dihadapi dan mentalnya sidah dipersiapkan, namun bisa jadi pula Darsih sudah kehabisan energi menghadapi Gama. (jos, bersambung)    

Tags :
Kategori :

Terkait