Surabaya, memorandum.co.id - Dalam kasus pencairan jaring aspirasi masyarakat (jasmas), Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ikut menyetujui proposal. Risma juga mengetahui dan memverifikasi proposal pengaju dana hibah. Pakar Ilmu Administrasi Negara Universitas Airlangga (Unair) Prof Jusuf Irianto mengatakan, secara hirarki, sebuah instansi dengan tingkat wewenang paling bawah sampai atas, jika ada persoalan maka pimpinan harus bertanggung jawab. Sebab, dalam hal ini wali kota mengetahui semuanya termasuk jumlah proposal yang disetujui dan mengumpulkan semua penerima hibah ke pemkot untuk memberikan pengarahan sebelum dana itu dicairkan. "Instansi tingkat bawah hanya bertugas maker atau pembuat konsep. Lalu ada yang disebut checker yakni memeriksa atau mengecek eselon di atasnya. Yang bertugas mengoreksi atasan dan bawahan. Itu hirarki," kata Jusuf. Untuk itu, tambah Jusuf, maka di masalah tersebut seharusnya menghadirkan Risma sebagai saksi kasus korupsi dana hibah jasmas. "Jadi dipanggil semua, siapa yang membuat? siapa yang mengajukan itu? dan bagaimana pejabat utama merekomendasinya. Harus diklarifikasi, jangan ada saling menuding. Karena instansi paling bawah tidak bisa bertanggungjawab. Karena bawahan hanya membuat (proposal) dengan perintah atasan," bebernya. Seharusnya, tambah Jusuf, jika ada kesalahan sejak awal pejabat pemerintahan terendah bisa menghentikan persoalan dan tidak naik hingga pejabat utama yakni wali kota. "Artinya kalau rangkaian itu dibuat bawahan dan dikroscek tidak benar atau menyalahi prosedur, maka berhenti di checker dan tidak boleh diteruskan," jelas dia. Jusuf juga memberikan contoh semisal yang buat adalah eselon 4, naik ke eselon 3 yakni kepala bidang (kabid). Jika kabid tersebut tidak merekomendasikan hal itu maka akan berhenti alias tidak diteruskan lagi. "Ini kan yang terjadi (jasmas) dari eselon bawah (4) ke eselon3, terus naik lagi sampai akhirnya ke wali kota. Hirarki itu tidak bisa dibuat sepotong-potong. Semua bertanggung jawab. Kenapa ini kok diteruskan," ujar Jusuf. Menurut dia, banyak kasus di mana seorang pejabat tinggi itu lalai atau mengalami kesalahan yang asalnya dari bawah. Karena tidak tahu, teledor atau di luar kesengajaan. Sehingga pada dasarnya pejabat yang paling tinggi itu tidak dapat keuntungan apa-apa. "Tentu dari kesalahan itu pejabat utama harus bertanggung jawab. Jadi hirarki dari sisi tingkatan organisiasi mulai dari atas hingga bawah," imbuh Jusuf. Selain itu, terkait persoalan jasmas ini, pejabat terendah tidak boleh diposisikan salah. Lantaran mereka hanya menjalankan dan membuat surat tersebut atas dasar perintah. "Yang mendisposisikan siapa? ya atasnya. Jadi tidak bisa yang bikin surat tersebut salah karena tugasnya hanya membuat. Namun yang bertanggug jawab adalah pejabat tertinggi. Semisal pejabat tertinggi tidak setuju akhir itu, ya sudah selesai jasmasnya. Tapi karena semua proses itu berjalan hingga pada puncaknya setuju ya bagaiman pun juga harus bertanggung jawap. Intinya harus diungkap,” kata dia. Kecuali, menurut Jusuf, jika pejabat bawahan itu memalsukan data atau membuat surat palsu atau sebagainya baru bisa dituntut. "Persoalan ini (jasmas) kan atasan (wali kota) tahu ada dokumen dan direkomendasi. Itu yang bertanggung jawab. Namanya hirarki pada birokrasi,” pungkas Jusuf. Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tanjung Perak Wagiyo Santoso menegaskan bahwa jaksa yang menangani kasus korupsi dana hibah jasmas ini untuk tidak macam-macam. Termasuk jika ditemukan adanya dugaan keterlibatan pemkot dari fakta persidangan yang saat ini masih berlangsung di Pengadilan Tipikor Surabaya. Hal ini ditegaskan Wagiyo usai memeringati Hari Antikorupsi Sedunia di pelayanan terpadu satu atap (PTSA) Siola, kemarin. “Kita ikuti saja dulu sidang dan fakta-fakta di persidangan seperti apa, baru tetap mendorong teman-teman jaksa tetap ungkap semua apa yang terkait dengan perkara jasmas ini. Tidak menambah-nambahi dan tidak mengurangi, serta tidak macam-macam,” tegasnya, kemarin. Wagiyo menambahkan, pihaknya sampai sekarang memang belum menemukan adanya keterlibatan pemkot. Namun, apabilan nanti di persidangan ditemukan maka akan diungkap. “Akan kita ungkap. Di persidangan nanti apakah ada keterlibatan pemkot terkait pencairan dana jasmas,” jelasnya. Disinggung apakah kejaksaan akan memeriksa wali kota, Wagiyo menambahkan bahwa hingga saat ini pihaknya belum menemukannya. “Kalau faktanya itu ditemukan, pasti kemarin-kemarin sudah dipanggil. Tapi itu tidak ditemukan,” pungkas Wagiyo. Sedangkan anggota Komisi A DPRD Surabaya Moch Machmud yang dikonfirmasi soal tanggung jawab Risma sebagai pimpinan atas kesalahan prosedur yang dilakukan anak buahnya dengan berlindung di balik Perwali 25/2016, dia enggan berkomentar. "Dari berita yang saya baca, wali kota tahu verifikasi proposal dan tanda tangan. Apakah itu salah di mata hukum, saya tidak tahu. Silakan tanya ke pakar hukum saja. Saya takut salah omong. Itu saja,"singkat Machmud. Sementara politisi Partai Gerindra AH Thony ketika dikonfirmasi lewat whatsapp (WA), juga tidak membalas, meski dia membaca pertanyaan yang diajukan Memorandum. Kabag Humas Pemkot Surabaya Febriadhitya Prajatara mengatakan, Wali Kota Tri Rismaharini sekarang ini sedang ada acara ke luar negeri. “Soal itu (jasmas), nanti saya carikan (pejabat, red) yang membidangi untuk dikonsultasikan,” tandas Febriadhitya ketika dikonfirmasi Memorandum. (alf/dhi/fer/udi/nov)
Korupsi Dana Hibah Jasmas, Wali Kota Risma Harus Tanggung Jawab
Selasa 10-12-2019,10:12 WIB
Editor : Agus Supriyadi
Kategori :