Surabaya, memorandum.co.id - Selama bulan Ramadan 1444 H ini, fenomena perang sarung menjelang sahur di Surabaya kembali marak. Puluhan pelajar yang terlibat bahkan sampai diamankan oleh kepolisian. Menurut pemerhati anak M Isa Ansori, fenomena perang sarung muncul lagi akibat lemahnya pengawasan. Terlebih berlangsung pada bulan puasa. Yang seringkali anak-anak dan remaja menghabiskan waktunya di malam hari. “Biasanya ini dilakukan secara berkelompok dan korbannya bisa kelompok atau perorangan. Fenomena ini berkaitan dengan butuhnya mereka diakui sebagai komunitas,” ucap Isa, Senin (27/3/2023). Namun masalahnya, kata Isa, cara beraktualisasi dilakukan dengan cara yang salah. Oleh karena itu, pihaknya menyarankan untuk memberi ruang aktualisasi positif bagi remaja dan memperkecil kesempatan mereka untuk berperilaku negatif. “Caranya adalah melakukan pengawasan yang ketat pada ruang-ruang yang memungkinkan mereka melakukan tindakan negatif,” tutur Isa. Lantas, anggota LPA Jatim ini mendorong Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk membuka ruang aktualisasi yang positif bagi para remaja di metropolis. Dengan begitu, tenaga ekstra para remaja dapat disalurankan melalui wadah yang baik. “Ruang aktualisasi positif bisa diberikan dengan cara memfasilitasi kebutuhan mereka dengan membangun aktivitas sesuai dengan bakat dan kebutuhan mereka. Di samping itu, tentu keluarga anak-anak itu juga harus diintervensi agar bisa mencegah anak-anaknya ke jalan,” pungkasnya. (bin)
Perang Sarung Marak, Pengamat: Pemkot Perlu Bangun Ruang Aktualisasi
Senin 27-03-2023,19:03 WIB
Editor : Syaifuddin
Kategori :