Mertua Tina ( bukan nama sebenarnya), sebut saja Marlina, memegang khasanah budaya Jawa sabdo pandito ratu dalam rumah tangga. Pemimpin harus tegas, tidak boleh mencle-mencle. Prinsip itu dipegang Marlina sejak menyandang status single parent. Nah, karena ingin dirinya disebut tegas, Marlina lantas menilai ucapannya adalah kebenaran yang harus dipatuhi anak-anaknya tanpa reserve. Termasuk oleh suami Tina, sebut saja Manan. “Dulu aku mengidolakan Ibu (mertua, red) dengan prinsipnya itu. Sebagai wanita tangguh. Wanita berprinsip. Tapi tidak seiring perjalanan waktu. Terutama sejak jadi korban prinsip tersebut,” kata Tina, yang disampaikan kepada pengacara di kantor seputar Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Jalan Ketintang Madya, beberapa waktu lalu. Menurut Tina, saking menurutnya kepada ibunda, Manan dan dua adik wanitanya tumbuh sebagai pribadi-pribadi mbok-mbok’en. Tidak mandiri. “Tiap ada masalah pasti mengatakan begini, ‘sebentar, tak konsultasi dengan Bunda’. Sekali dua kali sih bisa dimaklumi. Lha ini tiap ada apa-apa selalu tanya dulu, tanya dulu. Sebel,” kata Tina dengan suara keras. Pengacaranya, sebut saja Win, sampai njendul dan tertawa. “Contohnya Bu Tina?” tanya Win untuk menutupi kekagetan. Tina menjawab cepat, “Masa Ibu memaksa kami harus punya anak laki-laki? Memangnya kami bisa menentukan jenis kelamin anak? Kami bukan pabrik boneka.” Diakui Tina, sejak awal pernikahan mereka sekitar 18 tahun lalu, Manan memang sudah mengungkapkan keinginan memiliki anak laki-laki. Demikian juga ibu mertua. “Anak laki-laki itu bakal dijadikan pewaris tahta bisnis keluarga,” kata Manan. Sejak awal berumah tangga, sebenarnya perjalanan pasangan ini sudah berjalan kurang baik. Tina tidak kunjung hamil hingga perkawinan menginjak usia ketiga. Ini amat meresahkan keluarga mertua. Jangankan memberikan anak laki-laki, hamil saja tidak bisa. Saat itu Tina sering jadi sasaran sindiran dan cemoohan keluarga Manan. Selain itu, muncul rongrongan agar Manan menikah lagi. Mereka khawatir tahta kerajaan bisnis yang dibangun para leluhur akan gulung tikar bila tidak ada keturunan lelaki. “Keyakinan itu melekat kuat di pikiran keluarga Mas Manan,” tandas Tina. Pewaris tahta harus seorang laki-laki. Tidak bisa ditawar. Ini sudah berjalan turun-temurun sejak kakek buyut Manan yang berdarah Arab-India. Mereka tidak berani melanggar. Takut kuwalat. Pernah, untuk memburu keturunan laki-laki, kakek Manan terpaksa harus menikah hingga lima kali agar mendapatkan keturunan seperti yang diinginkan. “Karena di Islam, seorang pria hanya boleh menikah dengan empat perempun, Kakek terpaksa harus menceraikan salah satu istrinya,” kata Tina. Tina mengaku takut hal serupa terjadi pada dirinya dan Manan. “Kalau sampai hal itu terjadi, aku tidak akan mempertahankan diri. Lebih baik minta cerai. Buat apa hidup tersiksa,” kata Tina. (jos, bersambung)
Dipaksa Lahirkan Putra Mahkota Penerus Bisnis Keluarga (1)
Jumat 20-01-2023,10:00 WIB
Editor : Agus Supriyadi
Kategori :