Surabaya, memorandum.co.id - Perkara tindak pidana korupsi aset Pemkot Surabaya berupa waduk persil 39, Kelurahan Babatan, di Jalan Jalan Raya Babatan–Unesa, akhirnya menetapkan dua tersangka yaitu SMT (57) dan DLL (72), keduanya warga Wiyung. Penetapan tersangka yang langsung dibacakan Kajati Jatim Mia Amiati, di mana dalam kasus ini negara dirugikan senilai Rp 11 miliar (persisnya Rp 11.015.060.000,-). "SMT selaku Ketua Panitia Pelepasan Tanah Waduk Babatan bersama-sama dengan almarhum GT (Lurah Babatan) dan almarhum STN (Sekretaris Kelurahan Babatan)," kata Mia Amiati, Senin (12/12). Dari hasil penyidikan, Mia mengungkapkan, mereka awalnya menjual secara lelang setengah waduk sebelah barat seluas 11.000 meter persegi (bagian dari Waduk di Jalan Raya Babatan Unesa, aset Pemkot Surabaya seluruhnya seluas + 20.200 meter persegi) kepada AA (pengusaha properti) seharga Rp 5.500.000.000. "Jadi ada dua almarhum yang tidak bisa kita usut lagi karena sudah almarhum. Tetapi tidak putus tindak pidananya. Dikarenakan ada pihak lain yang melakukan bersama-sama menjual waduk," tegasnya. Mulanya SMT dan tokoh-tokoh warga RW 01 dan RW 02, Kelurahan Babatan pada 2003, tanpa dasar hukum membentuk Panitia Pelepasan Waduk Persil 39 Kelurahan Babatan dan menunjuk SMT, sebagai ketuanya. SMT, selaku ketua kemudian bekerja sama dengan almarhum GT (Lurah Babatan) dan almarhum STN (Sekretaris Kelurahan Babatan) membuat surat-surat keterangan tanah yang isinya tidak benar atau palsu. Antara lain mencatut nama orang yang sesungguhnya bukan pemilik atas setengah waduk sebelah barat seluas 10.100 meter persegi, yang kemudian digunakan untuk membuat akta Perjanjian Ikatan Jual Beli dan Surat Kuasa di kantor Notaris- PPAT antara nama orang yang dicatut tersebut sebagai penjual dengan pembelinya. Mia mengungkapkan, uang hasil penjualan setengah waduk sebelah barat tersebut kemudian dibagi-bagikan kepada Lurah Babatan almarhum GK menerima Rp 275 juta; Sekretaris Lurah Babatan almarhum STN menerima Rp 40 juta; SMT menerima Rp 40 juta, dan masing-masing ketua RT menerima Rp 10 juta. Kemudian warga per-kepala keluarga (KK) menerima Rp 2,5 juta. "Dengan dasar akta Perjanjian Ikatan Jual Beli dan Surat Kuasa tersebut, selanjutnya pembeli mendaftarkannya ke Kantor BPN Surabaya dan pada 2005 terbit dua sertifikat, yakni SHGB nomor 4801 dan SHGB nomor 4802," beber Mia. Setelah SMT berhasil menjual setengah waduk sebelah barat seluas 11.000 meter persegi, lalu DLL bersama dengan tokoh-tokoh warga RW 01 dan RW 02 membentuk Tim Pengurus Pelepasan Waduk ke-II dengan ketua DLL. Selaku ketua, DLL lalu bekerja sama dengan almarhum Tosan (Ketua LKMD), almarhum GT (Lurah Babatan), dan almarhum STN (Sekretaris Kelurahan Babatan) membuat dan menggunakan surat-surat yang isinya palsu. Pada pokoknya menerangkan bahwa setengah waduk sebelah timur seluas kurang lebih 10.100 meter persegi dulunya merupakan hasil urunan warga RW 01 dan RW 02 KelurahanBabatan pada 1957-1959 karena butuh tempat minum hewan ternak dan untuk mengairi sawah. Oleh karena sudah tidak dibutuhkan lagi untuk tempat minum hewan ternak dan sawah- sawah warga disekitarnya sudah menjadi lahan perumahan, maka warga RW 01 dan RW 02 Kelurahan Babatan meminta kepada Pemkot Surabaya agar waduk tersebut dikembalikan kepada warga. Permintaan DLL tersebut, kata Mia, ditanggapi oleh Asisten Tata Praja almarhum MS dengan mengirim surat jawaban yang isinya menyatakan Pemkot Surabaya tidak keberatan apabila warga meminta kembali waduk tersebut. Dan dengan surat dari Asisten Tata Praja almarhum MS ditambah dengan surat-surat yang dibuat Ketua LKMD dan Lurah Babatan lalu digunakan untuk membuat Akta Pelepasan Hak Disertai Ganti Kerugian oleh DLL kepada pembeli di kantor Notaris/PPAT. Dan sebagai gantinya DLL menerima Rp 2 miliar dari Rp 5 miliar yang diperjanjikan karena Rp 3 miliar digunakan untuk membiayai proses birokrasi pelepasan waduk tersebut yang sedang berjalan. Mia menjelaskan, kerugian keuangan negara terhadap perbuatan tersebut berdasarkan penghitung sementara dari penyidik jika pada saat dilaksanakan lelang pada akhir 2003 adalah Rp 505.000,- per meter persegi, lalu dikalikan luas waduk 21.812 meter persegi maka asumsi kerugian negara saat itu Rp 11.015.060.000,-. "Untuk lebih rincianya kerugian negara masih proses penghitungan oleh BPKP," tandas Mia. Dengan penetapan tersangka, Tim Penyidik Kejati Jatim juga melakukan penyitaandan pemasangan plang sita terhadap swaduk persil 39 Kelurahan Babatan di Jalan Raya Babatan UNESA Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung Kota Surabaya (SHGB Nomor 4801, SHGB Nomor 4802). Dan berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Tindak PidanaKorupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya Kelas 1A Khusus Nomor 98/XII/Pen.Pidsus/2022/PN.Sby tanggal 01 Desember 2022. Mia juga menegaskan, kemungkinan penetapan tersangka lain karena tidak hanya dua orang ini. Yang almarhum sudah pasti tidak bisa diusut lagi, tapi ada pembeli, masyarakat yang terlibat pasti akan diusut. "Pasti ada tambahan tersangka dan saat ini masih pendalaman," jelas Mia. Mia menambahkan, pemeriksaan termasuk yang menerima aliran dana. Untuk sekarang yang diusut dari tokoh-tokohnya dulu betul-betul menyebabkan hilangnya hak aset Pemkot Surabaya. "Nanti akan dimintai keterangan nanti. Saya minta tokoh-tokohnya dulu," ujar Mia. Bagaimana dengan pengusaha sebagai pembeli? Mia menjelaskan nanti akan dilihat bagaimana apakah ada peristiwa yang melawan hukum yang terjadi, sementara pasti ada persetujuan. "Tapi sekarang belum sampai ke sana. Kita masih dalami dulu pembuatan akta tanah dan tokohnya," tandas Mia. (rio/fer)
Kejati Jatim Tetapkan 2 Tersangka Kasus Waduk Babatan Wiyung
Senin 12-12-2022,20:39 WIB
Editor : Syaifuddin
Kategori :