Pernikahan karena Telanjur Hamil, padahal Hanya Sekali (2)

Kamis 01-12-2022,10:00 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Kali pertama mereka bertemu, ketika itu Niken melihat pentas seni yang digelar di kampus Bambang. Kebetulan mereka duduk berdampingan saat duduk di depan panggung. Rupanya minat yang sama memunculkan chemistry di antara mereka. Belum lama berselang, mereka bertemu lagi saat nonton film di TP. Padahal tidak janjian. Sama-sama sendirian. Sebenarnya mereka duduk berjauhan. Namun, di tengah pemutaran film Bambang nyamperin Niken untuk diajak duduk berdampingan di kursi barisan agak depan yang kosong. Pertemuan ketiga berlangsung di sebuah kafe. Sekeluar dari kafe itulah terjadi korsleting hawa nafsu. Entah siapa yang mengajak dan siapa yang diajak, kaki mereka melangkah ke hotel yang sekompleks dengan kafe tadi. “Kami baru sadar telah berbuat salah setelah melihat bercak darah di sprei kamar hotel. Aku menjerit histeris,” tulis Niken. Niken sangat menyesali kejadian itu. Begitu pula Bambang. Mereka berjanji tidak akan mengulangi kesalahan tersebut. Karena itu, mereka sepakat tidak akan saling menghubungi, apalagi bertemu. Tapi, janji tinggal janji. Baru tiga hari tidak bertemu, Bambang menghubungi Niken. “Aku tidak bisa melupakan kejadian sore itu,” katanya. Ternyata tidak hanya Bambang. Niken pun merasakan hal yang sama. Meski begitu, mereka menahan diri agar jangan sampai ada ketemuan. Sampai akhirnya Niken yang sebelum itu secara rutin didatangi tamu bulanan, kali ini terlambat. Terpaksalah mereka bertemu. “Aku yang nemui. Aku menuntut tanggung jawab Bambang,” tulis Niken. Niken sempat kecewa mendengar respons Bambang yang menggampangkan masalah. Dan kini, setelah lewat tenggat empat pekan dan dirinya belum menstruasi, Niken memaksa Bambang mengantarnya memeriksakan diri ke sokter. Ternyata hasilnya positif. Niken spaneng. Bambang nyleleng. “Kita gugurkan saja,” kata Bambang kemudian. Ia mengulangi pendapatnya. “Tidak. Aku tidak akan membunuh anak ini,” kata Niken sampai mengelus perut yang masih terlihat rata. “Lalu, apa yang harus kita lakukan?” “Kita harus segera menikah.” “Itu tidak akan mudah. Harus melibatkan orang tua. Masalahhnya, setujukah mereka?” “Harus kita coba.” Hari itu juga keduanya menemui orang tua Niken. Setelah memperkenalkan diri, Bambang perlahan-lahan menjelaskan apa yang terjadi dan mengutarakan maksud kedatangannya. “Saya bertanggug jawab dan akan menikahi Niken,” kata Bambang di depan orang tua Niken. Tapi, apa tanggapan orang tua Niken? Ibunya, sebut saja Linda, spontan berteriak histeris. Guru SMA itu kemudian pingsan. (jos, bersambung)  

Tags :
Kategori :

Terkait