Surabaya, memorandum.co.id - Terungkap sudah motif ibu penganiaya AP (6), anak kandungnya, hingga tewas di indekos, Jalan Bulak Banteng Kidul, Kenjeran. Kepala AP kerap dipukul dengan gagang sapu dan gitar kentrung yang biasa digunakan ngamen. Penyiksaan secara keji ini dilakukan berturut turut sejak dua tahun lalu. Wulandari (32), ibu yang menganiaya anak kandungnya diamankan Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Senin (21/22/2022). Dia ditangkap ketika mengurus kematian jenazah anaknya di rumah sakit. "Emosi kalau disuruh itu selalu salah dan membantah," ucap janda anak satu anak tersebut, Kamis (24/11/2022). Tersangka mengaku terakhir memukul anaknya sebelum tewas itu, menggunakan sapu hingga berulang kali. Yang paling keras, mengenai bagian kepala belakang. Juga punggung hingga sapu bergagang kayu itu patah. "Saya pukul pakai sapu kena bagian belakang kepala, lengan, kaki," jelasnya. Selain motif pelaku jengkel dan marah ketika anaknya disuruh tidak sesuai keinginan, yang jadi alasan lain Wulandari mudah emosi hingga karena korban disebut sebut sebagai anak haram. Wulandari mengaku ia menikah sirih dengan seseorang laki laki. Namun pernikahan itu tidak disetujui oleh keluarga suaminya. Bahkan Wulandari kerap diejek oleh orang tua suaminya dengan kata-kata miskin. Tidak hanya itu, anaknya juga dikatakan sebagai anak haram yang akhirnya dilampiaskan kepada korban. "Sama keluarga dibilang anak saya itu haram. Suami saya sudah meninggal, saya kawin sirih. Keluarga saya tidak setuju," ungkapnya. Dalam kasus ini, Wulandari tidak sendirian. Dia ditangkap bersama teman wanitanya berinisial L (18), yang juga terbukti terlibat dalam penganiayaan tersebut. L ditangkap selang satu hari setelah kabur ke rumah saudaranya di Jember. Seperti halnya Wulandrai, tersangka wanita yang diduga memiliki hubungan sesama jenis (lesbi) ini juga mengaku kesal dengan korban karena sering nangis. "Kesel nangis aja anaknya. Bahkan saya dilontarkan kata-kata kotor," dalihnya. Tersangka L juga mengakui jika telah ikut menganiaya korban dengan benda tumpul. "Saya pukul pakai kentrung (gitar kecil). Saya pukul ke bagian kepala," ungkapnya. Menurut L, sebelum sekarat, korban masih sadar menuju kamar mandi untuk buang air kecil. Selanjutnya korban tidak bisa diajak komunikasi dan tak sadarkan diri. Sementara Kasatreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, AKP Arief Ryzki Wicaksana menerangkan bahwa keduanya telah melakukan penganiayaan berturut turut kurang lebih dua tahun. "Dari hasil pemeriksaan, yang bersangkutan ini telah menganiaya anak kadungnya bersama temannya. Penganiayaan itu dilakukan dalam jangka waktu panjang hingga akhirnya meninggal," kata AKP Arief. Ia menambahkan selama kurun waktu dua tahun itu korban kerap dianiaya menggunakan tangan, sandal, gagang sapu hingga kentrung (gitar kecil). Akibat tindak kekerasan itu meninggalkan bekas luka yang cukup banyak di tubuhnya. Dan hal yang paling fatal, korban dipukul tersangka menggunakan sapu yang bergagang kayu hingga patah sebelum peristiwa tragis. Selain itu, kepala korban juga dipukul menggunakan kentrung. "Dari hasil visum, tubuh korban banyak sekali ditemukan luka lebam. Luka yang paling parah di kepala belakangnya," jelasnya. Untuk motif, kedua tersangka mengaku berbuat kejam itu lantaran kesal dengan korban. Selain kerap membantah saat disuruh, juga kerap tidak sesuai keinginan tersangka saat disuruh beli sesuatu ke toko atau belanja. "Pengakuan pelaku, korban selalu salah saat disuruh. Pernah waktu itu disuruh beli makanan ketika hujan deras. Tapi pas sudah sampai di kos, salah beli. Padahal korban sampai basah kuyup. Di situlah kemudian dianiaya hingga tewas," ujar Arief. Selama menjadi korban kekejaman kedua tersangka, korban dipaksa untuk ikut mengamen keliling bersama kedua tersangka. Adapun wilayahnya mulai dari Kenjeran sampai Wonokromo. Mirisnya, akibat perbuatan tak manusiawi dari ibu kandungnya itu, tubuh korban bahkan sampai kurus, seperti tidak terawat. Terakhir sebelum meninggal, wajah korban bahkan sampai hitam lebam. Kini keduanya terancam hukuman penjara 20 tahun atas jeratan Pasal 76C jo Pasal 80 (2), dan atau ayat (3), dan atau ayat (4) UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 351 ayat (3). Sebelumnya diberitakan aksi keji ibu Bulak Banteng Kidul terungkap setelah dokter RSUD dr M Soewandhie melapor ke polisi bahwa ada pasien anak meninggal tidak wajar karena ditemukan banyak luka di tubuhnya, Minggu (20/11) malam. (alf)
Dua Tahun Disiksa, Terakhir Dipukul Gagang Sapu di Kepala
Kamis 24-11-2022,18:43 WIB
Editor : Syaifuddin
Kategori :