Malang, Memorandum.co.id - Angka prevalensi stunting 11.562 (7,8%) anak, milik Pemkab Malang kurang diakui oleh pemerintah pusat. Pasalnya, angka tersebut tidak sama dengan hasil survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS). Saat ini, berdasarkan angka yang dimiliki oleh pemerintah pusat menyebutkan angka stunting pada setiap kota/ kabupaten rata-rata masih diatas 20%. “Semua kota kabupaten rata-rata nasional angka stunting masih diatas 20 persen,” terang Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang drg Wiyanto Wijoyo. Angka prevalensi nasional diatas 20 % itu berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dilakukan oleh BPS pada bulan April 2022. Sedangkan hasil SSGI pada bulan Oktober 2022, masih belum diumumkan oleh BPS. Meski surveib yang dilakukan oleh BPS 2 kali dalam setahun yaitu April dan Oktober, namun itu dilakukan berdasarkan supling. Keakuratan SSGI rata-rata masih diragukan oleh semua daerah karena survei yang dilakukan oleh BPS berdasarkan supling. Sedangkan hampir semua daerah melakukannya berdasarkan hasil bulan timbang yang dilakukan 2 kali dalam setahun yaitu bulan Februari dan Agustus. Bulan timbang itu dilakukan oleh Fasilitas Kesehatan (Faskes) tingkat bawah yaitu Puskesmas, yang berkerjasama dengan kader kesehatan dan bidan desa. Sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan karena dari hasil balita yang melakukan timbang. “Angka kita saat ini pada 7,8 % itu angka terakhir dibulan Agustus 2022, berdasarkan data hasil bulan timbang terakhir dibulan Agustus,” kata drg Wiyanto. Hasil ini merupakan upaya penanganan stunting yang dilakukan Dinkes mulai dari tingkat bawah yang bekerjasama dengan kader kesehatan pada setiap desa. Disebutkan, data angka prevalensi Pemkab Malang saat ini sebesar 7,8 % atau 11.562 anak dan ini dapat dipertanggungjawabkan. Perhitungan angka stunting ini dilakukan Dinkes sebanyak 2 kali dalam setahun, bulan Pebruari dan Agustus. Ini pada bulan timbang sebagai indikator pemantuan angka stunting. Karena bayi yang melakukan timbang itu tidak hanya untuk mengetahui berat badannya saja. Namun, juga dilakukan pengukuran untuk memantau pertumbuhan tinggi badan, berat badan dan juga pemberian vitamin dan imunisasi pada bayi. Bahkan juga dilakukan pengukuran lingkar kepala, serta pemberian makan tambahan (PMT). Bahkan untuk terbebas dari stunting pada tahun 2024, Dinkes melakukan pemantau mulai dari Calon Pengantin (Catin) berlanjut pada pendampingan ibu hamil, dan juga berlangsung pada pendampingan bagi Bayi Dua Tahun (Baduta). Dengan begitu untuk mencapai zero stunting 2024, diharapkan bisa berhasil. “Sementara pada level nasional menargetkan tahun 2024 semua daerah angka stuntingnya rata-rata ditataran angka 14 persen,” tutur Wiyanto. Perbedaan angka dan target yang dimiliki oleh Pemkab Malang dengan pemerintah pusat, juga didasarkan perbedaan teknik pengambilan data. Hal inipun akhirnya berpengaruh juga terhadap hasil yang selama ini dilakukan. “Kami akan secepatnya melakukan klarifikasi angka yang ada, nanti akan kita melakukan sinkronisasi data antara Pemkab Malang dengan pemerintah pusat agar datanya sama,” terang drg Wiyanto Wijoyo. (kid/ari)
Pemkab Malang Akan Klarifikasi ke Pemerintah Pusat Soal Perbedaan Angka Stunting
Senin 14-11-2022,08:21 WIB
Editor : Agus Supriyadi
Kategori :