Surabaya, Memorandum.co.id - Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) mengkritisi kebijakan penetapan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) yang selalu merugikan buruh.
Karena itu, berapapun besaran UMK yang ditetapkan pemerintah, penghasilan buruh masih jauh dari kebutuhan. Pasalnya kenaikan upah minimum ditetapkan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Presiden DPP Sarbumusi Saiful Bahri Ansori mengatakan, selama ini penetapan UMK masih menjadi alat politik. Ia menyebutkan, penetapan UMK selama ini dimanfaatkan sebagai alat kampanye kepala daerah.
"UMK menjadi alat politik, menjelang pemilihan kepala daerah usulan UMK bisa naik, tetapi begitu selesai pilkada dan ada gugatan ke MK, buruh kalah. Kasihan buruh," tandas Saiful Bahri Ansori, Kamis (21/11/2019).[penci_related_posts dis_pview="no" dis_pdate="no" title="baca juga" background="" border="" thumbright="no" number="4" style="list" align="left" withids="" displayby="tag" orderby="rand"]
Rentannya kepentingan buruh oleh kepentingan politik ini, lanjut Saiful Bahri Ansori, disebabkan kebutuhan kerja minimal. Sementara pencari kerja sangat banyak.
"Tidak ada kebijakan yang melindungi pekerja. Sehingga ancaman PHK bisa saja terjadi, karena tidak ada kontrol terhadap pengusaha,"tutur dia.
Selain itu, kondisi di lapangan buruh di Indonesia pendidikannya masih rendah. "Sehingga mereka tidak mengerti. Sementara perusahaan sengaja mencari tenaga kerja dengan pendidikan yang rendah,"tegas Saiful Bahri Ansori.
Kalahnya buruh terkait permintaan UMK, karena acuan kenaikan upah minimum berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Ini mengakibatkan penetapan upah minimum tidak lagi berdasarkan KHL (Kebutuhan Hidup Layak).
Saiful Bahri Ansori yang juga mantan ketua PB PMII periode 1997-2000 ini berharap, kehidupan buruh semakin lebih baik. "perlu adanya survai tidak hanya sekali, tetapi beberapa kali, sehingga UMK nutut," kata dia.
Di sisi lain, besaran UMK ternyata juga berpengaruh pada kemampuan pengusaha. "Jangan sampai kebijakan itu membuat investor lari ke luar negeri. Selain itu, peran buruh juga harus diperhatikan," tandas dia.
Saiful Bahri Ansori yang juga anggota Komisi 1 DPR RI dari Fraksi PKB ini, menegaskan pemerintah harusnya berimbang. "Sebab selama ini, pemerintah memihak pengusaha, dan buruh selalu kalah. Kedepan harus bisa dikomunikasikan antara kepentingan buruh, pengusaha dan pemerintah,"tandas dia.
Dirinya tidak setuju kenaikan upah minimum ditetapkan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. "Akibatnya, nasib kaum buruh tidak akan bisa sejahtera,"kata dia. (day/gus)