Peradi Nilai Tragedi Kanjuruhan Murni Pelanggaran HAM

Senin 03-10-2022,12:26 WIB
Reporter : Aziz Manna Memorandum
Editor : Aziz Manna Memorandum

Malang, Memorandum.co.id - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Peradi Kepanjen mengecam keras atas kelalaian aparat yang dilakukan terhadap supporter Aremania. Akibatnya, menelan korban jiwa yang diakibatkan penggunaan gas air mata oleh aparat. “Padahal jelas-jelas hal itu sangat melanggar Peraturan Kapolri, karena di sana sudah jelas bagaimana SOP-nya,” terang, Agus Subyantoro, salah satu anggota Peradi Kepanjen, Senin (3/10/2022). Peradi menilai yang telah dilakukan oleh petugas keamanan pertandingan antara Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022), di stadion Kanjuruhan Kepanjen, telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan penyalahgunaan wewenang. Oleh karena itu, Peradi menyatakan sikap atas insiden Kanjuruhan tersebut yang ditujukan pada aparat dan panpel. Keenam sikap Peradi itu: 1. Mengecam keras tindakan represif pihak Aparat terhadap suporter Arema yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan luka-luka di Stadion Kanjuruhan pada tanggal 1 Oktober 2022; 2. Mendesak Negara untuk menghentikan seluruh pertandingan persepakbolaan di Indonesia sampai Tragedi Kanjuruhan ini sampai selesai ditangani secara professional dan sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku; 3. Mendesak Negara untuk membentuk Satgasus (Satuan Tugas Khusus) Independen dalam melakukan penyelidikan terhadap Tragedi Kanjuruhan yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan luka-luka di Stadion Kanjuruhan; 4. Mendesak Kompolnas dan Komnas HAM untuk memeriksa dugaan Pelanggaran Profesionalime dan Kinerja Anggota Kepolisian yang bertugas pada saat Tragedi Kanjuruhan serta dugaan Pelanggaran HAM; 5. Mendesak Kapolri untuk mencopot pejabat kepolisian yang bertanggungjawab atas Tragedi Kanjuruhan yang mengakibatkan jatuhnya korban meninggal dunia dan luka-luka di Stadion Kanjuruhan pada tanggal 1 Oktober 2022; 6. Menghukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan Panitia Pelaksana (Panpel) yang menyelenggarakan pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya. Pernyataan sikap ini atas nama: DPC Peradi Kepanjen, PBH (Pusat Bantuan Hukum) Peradi Kepanjen, YLC (Young Lawyer Comitte) Peradi Kepanjen Agus menyampaikan pihaknya juga membuak posko pengaduan untuk membantu masyarakat. “Bahkan kami juga membuka Posko Pengaduan untuk melakukan pendampingan hukum bagi keluarga korban insiden Kanjuruhan secara gratis,” kata Agus. Sikap yang dilontarkan itu bukan tanpa dasar, menurut Agus tragedi tersebut menduga adanya unsur kelalaian dari pihak Panpel serta adanya pelanggaran HAM dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh aparat. Sebenarnya pihak Panpel sudah diperingatkan untuk memajukan jadwal pertandingan, secara resmi oleh Kapolres dengan nomor surat B/2156/IX/PAM.3.3/2022 tentang Permohonan perubahan jadwal pertandingan liga 1 tahun 2022. Semula akan dilaksanakan malam hari untuk dimajukan sore hari untuk meminimalisir apabila ada kericuhan. Akan tetapi pihak Panpel tetap melaksanakan pertandingan antara Arema FC vs Persebaya Surabaya pada malam hari. Hal tersebut diperparah dengan penggunaan wewenang secara berlebihan oleh pihak aparat kepada suporter Arema yang menyaksikan pertandingan, adanya kekerasan dengan cara memukul dan menendang suporter Arema yang turun ke lapanggan. Ditambah dengan adanya tembakan gas air mata secara membabi buta ke arah tribun suporter Arema. Adapun dari perbuatan yang dilakukan oleh aparat tersebut, suporter Arema semakin tidak terkendali dengan berdesak-desakan dan terinjak-injak untuk mencari jalan keluar. Akibatnya banyak suporter Arema yang merasa sesak nafas dan pingsan akibat gas air mata yang ditembakkan oleh aparat ke tribun penonton. Padahal, penggunaan gas air mata tidak sesuai dengan prosedur pengendalian massa. Ini tertuang dalam Pasal 19 huruf b FIFA Stadium Safety and Security Regulation yang menyatakan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata tajam dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion. Peradi Kepanjen menilai tindakan aparat yang menggunakan kekuatan berlebihan juga bertentangan dengan beberapa peraturan, yaitu: 1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; 3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian NKRI; 4. Perkapolri Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengendalian Massa; 5. Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian; 6. Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia; 7. Perkapolri Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara; 8. Perkapolri Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Huru-hara. “Atas terjadinya musibah tersebut kami segenap anggota Peradi Kepanjen turut berduka cita dan turut berbela sungkawa,” tutur Agus. (kid/ari)

Tags :
Kategori :

Terkait