Ubah Pasal, Cukup Sediakan Dana Rp 100 Juta

Senin 07-01-2019,09:36 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Yuli Setyo Budi, Surabaya Agar tidak segera dikenali orang yang janjian dengannya, Endang memakai baju yang tidak sesuai kesepakatan. Dia juga tidak segera masuk ke rumah makan yang dimaksud, melainkan terlebih dulu berputar-putar di depannya. Endang bahkan sengaja memakai hijab dan kacamata hitam supaya wajahnya agak tertutup. Welah dalah, dari jarak agak jauh Endang melihat ada seorang pria yang sepertinya sedang menunggu seseorang. Endang yakin dialah orang yang meneleponnya dan menjanjikan bisa membantu meringankan hukuman suaminya. Ternyata wajahnya, nauzubillah, jauh dari kebanyakan tampilan seorang polisi. Njruwis-njruwis lebih mirip seorang tukang palak yang biasa cangkruk di sudut-sudut pasar dan terminal. Endang yakin itu bukan seorang polisi. Gak pawak’an blas. Dia justru berpikir sedang digiring masuk ke dalam jebakan betmen! Prasangka buruk perempuan ini akhirnya berkeliaran ke mana-mana: jangan-jangan orang itu adalah teman Sabuar yang sirik dan ingin memanfaatkan keadaan. Eee… mumpung suaminya sedang bertapa di dalam bui, siapa tahu istrinya bisa diperdayakan. Bisa saja kan? Sebab, siapa lelaki yang tidak terkiwir-kiwir melihat penampilan Endang yang SSW (semok-semok… wow). Bisa jadi apa yang dikhawatirkan Endang bahwa peneloponnya bukan polisi adalah benar. Buktinya, meski Endang tidak menepati janji bertemu orang tersebut, tidak terjadi dampak apa pun terhadap dia dan suaminya. Yang muncul justru penelepon lain. Mengaku polisi juga. Penyidik. Hanya, yang ditawarkan lain. Dia tidak menjanjikan bisa membebaskan Sabur, melainkan hanya mengubah pasal yang dijeratkan kepada suaminya. “Aku diminta menyediakan uang Rp 100 juta. Katanya suamiku akan dikenai pasal pemakai, bukan pengedar. Kalau pemakai, Mas Sabuar bisa direhabilitasi,” kata Endang kepada Elia. Padahal, Sabuar ditangkap dengan barang bukti bejibun. Endang yang belum genap dua tahun dinikahi Sabuar mengaku tidak punya uang sebesar itu. Jangankan Rp 100 juta, Rp 10 juta saja tidak pernah diangan-angankan bisa dipegang. “Aku juga tidak yakin bahwa yang menelepon itu penyidik Mas Sabuar. Nyatanya Mas Sabuar tidak pernah membicarakan masalah ini setiap aku besuk dia di tahanan,” tutur Endang. Persoalan uang juga pernah dihadapi Endang kala kali pertama masuk rutan. “Pertama di sini (Rutan Medaeng, red) Mas Sabuar kan harus masuk karantina. Ruangnya sempit, tapi harus diisi puluhan orang,” katanya. Sabuar masuk bareng tiga orang. Besoknya seseorang yang masuk bareng Sabuar sudah dipindahkan. Besoknya lagi dua temannya menyusul. Hanya Sabuar yang tinggal dari empat orang yang masuk bersama-sama tadi. Hari keempat, Sabuar masih tetap tinggal. Sampai lebih dari sepekan. Endang merasa kasihan kepada suaminya dan mengeluhkan hal ini kepada sesama pembesuk. Dari merekalah Endang mendapat informasi kalau suaminya ingin cepat keluar dari karantina, Endang harus punya sejumlah uang. Tapi benarkah? Memorandum tak berani memastikannya karena tidak pernah lagi bertemu Endang walau sudah beberapa lama menyanggongnya di ruang tunggu rutan. Maaf. (habis)  

Tags :
Kategori :

Terkait