Beban Mental Seorang Suami Pasca Kecelakaan (1)

Selasa 28-06-2022,10:00 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Fadil (samaran) tidak menyangka istrinya, sapa saja Tunik, tega mengucapkan ini: izin berselingkuh. “Sekali ini saja, tidak akan lagi,” katanya. “Sebenarnya bisa saja dia melakukan itu tanpa izin. Toh aku tidak mungkin ke mana-mana. Tidak akan memergoki,” kata Fadil di ruang kerja seorang pengacara, sekitar Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Jalan Ketintang Madya, beberapa waktu lalu. Memorandum yang juga berada di ruang tersebut kaget. Menoleh. Tampak Fadil sedang menunduk. “Saya tahu dia minta izin untuk menghormati aku. Tapi apa harus begitu,” imbuhnya. “Mungkin dia bingung,” tambahnya lagi. Pasangan Fadil-Tunik sudah cukup lama berumah tangga. Lebih dari 16 tahun. Selama itu Fadil merasa tidak mampu membahagiakannya sama sekali. Pekerjaan yang tidak pasti, mulai tukang ojek, tukang bangunan, hingga pedagang kaki lima,  hanya bisa menyisakan sisa rezeki setiap bulannya tidak lebih dari Rp 200-300 ribu. Bisa untuk apa uang segitu pada zaman sulit seperti sekarang ini? Hidupnya hanya pas-pasan. Apalagi setelah lahir anak pertama. Kondisi tubuhnya setelah kecelakaan dua tahun silam menambah beban berat rumah tangganya. Ia tidak bisa bergerak bebas karena kaki kiri dan tangan kirinya harus diamputasi. “Saya terjatuh ketika membangun gedung perkantoran berlantai tiga,” kata Fadil. Tidak hanya soal keuangan, sejak dua tahun lalu Fadil juga tidak bisa memberikan nafkah batin secara sempurna kepada istri, “Saya sudah memberi dia pilihan: mau terus bersama dengan segala kekurangan ini atau kita cerai dan masing-masing bisa berjalan sendiri-sendiri. Dia menangis dan minta terus bersama.” Bukan tanpa alasan Fadil melontarkan tawaran tadi kepada Tunik. Sementara dirinya tidak bisa memberikan nafkah batin kepada sang itri, dia tahu di luaran sana banyak lelaki yang menaruh hati kepada Tunik. Perempuan ini memang pernah dikenal sebagai kembang madrasah aliyah semasa di Jombang dulu. Tidak hanya teman-teman sekolah dulu, tetangga-tetangganya kini banyak yang sembunyi-sembunyi mendaratkan pandangan kepada Tunik. Pada usianya yang relatif masih muda itu Tunik memang tampak segar. Tapi, Tunik tidak pernah menanggapi mereka. Siapa pun. Makanya Fadil heran ketika tiba-tiba istrinya itu meminta izin selingkuh. Pikirannya nggak nutut: kelebon nang endi arek iki? Usai Tunik minta izin, Fadil langsung mengulangi tawaran agar mereka berpisah saja. Bercerai. Dengan begitu, mereka bebas menentukan langkah. Mau apa saja silakan. Tunik ngotot tidak mau cerai. Dia hanya minta izin selingkuh. Sekali kali ini saja. Tidak akan lagi. “Dengan siapa?” tanya Fadil. Tunik diam. Cukup lama hingga muncul jawaban, “Kalau boleh. Kalau tidak, ya sudah. Aku tidak memaksa. Ini juga untuk modal kerja. Modal kerjamu agar kita bisa hidup lebih layak.” (jos, bersambung)      

Tags :
Kategori :

Terkait